Strategi Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) untuk Keselamatan dan Keamanan
Memastikan keamanan dan keselamatan dalam penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah prioritas utama. Berikut adalah pedoman untuk penyimpanan berbagai jenis B3, sesuai dengan sifat dan risikonya:
Proses Registrasi dan Notifikasi B3
Proses registrasi B3 merupakan tahapan awal yang vital dalam manajemen B3. Regulasi menetapkan bahwa setiap penghasil dan pengimpor B3 diwajibkan untuk mendaftarkan B3 yang dihasilkan atau diimpor untuk pertama kalinya ke pihak berwenang.
Tujuan dari registrasi B3 adalah untuk mencatat dan memberikan identifikasi terhadap B3 yang beredar di Indonesia, memungkinkan pengawasan yang efektif sejak dini dan mengurangi risiko negatif terhadap lingkungan serta kesehatan manusia dan makhluk hidup lain. Tahapan registrasi meliputi dari persiapan dokumen hingga penerbitan surat registrasi oleh pihak yang berwenang.
Notifikasi B3, yang terdiri dari notifikasi ekspor dan impor, merupakan langkah penting lainnya. Setiap aktivitas impor atau ekspor B3 ke atau dari Indonesia memerlukan pengajuan notifikasi kepada pihak yang berwenang, terutama untuk B3 dengan penggunaan terbatas atau yang diimpor untuk pertama kalinya. Langkah ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. P.36 Tahun 2017 tentang Registrasi dan Notifikasi B3.
Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja Terkait dengan Bahan Berbahaya dan Beracun
Faktor sikap dan perilaku pekerja mendominasi sebagai penyebab utama kecelakaan kerja yang berkaitan dengan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), berkontribusi hingga 60%. Hal ini sering kali dikaitkan dengan kurangnya pengetahuan dan keterampilan pekerja, kelalaian dalam menjalankan tugas, pengabaian terhadap prosedur kerja yang sudah ditetapkan, serta ketidakdisiplinan dalam mematuhi aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri. Sementara itu, pengawasan yang lemah menempati posisi kedua dengan kontribusi 20%, diikuti oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak aman sebesar 13%, dan penggunaan alat serta bahan yang berisiko sebesar 7%.
Memperhatikan bahwa faktor manusia merupakan pemicu terbesar terjadinya kecelakaan kerja, maka pentingnya peningkatan kesadaran dan kepatuhan terhadap K3 dalam pengelolaan B3 menjadi sangat krusial. Berdasarkan data dari BATAN, dari hampir 100.000 jenis bahan kimia yang digunakan dalam berbagai industri, hanya sekitar 15% saja yang diketahui dampak bahayanya terhadap manusia secara pasti, menunjukkan batasan pengetahuan yang dimiliki saat ini.
Oleh karena itu, bagi pekerja di industri yang berkutat dengan B3, risiko terpapar bahaya kimia selalu ada. Upaya komprehensif untuk mengurangi atau bahkan mengeliminasi risiko tersebut sangatlah penting untuk menciptakan kondisi kerja yang aman dan sehat, sehingga setiap pekerja dapat menjalankan tugasnya dengan aman dan selamat.
Peran dan Tanggung Jawab dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pengelolaan B3
Memastikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap pihak yang terlibat. Sesuai dengan regulasi K3 nasional yang berlaku, tanggung jawab ini harus diimplementasikan secara komprehensif.
Setiap individu yang berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan B3 diwajibkan untuk selalu memprioritaskan aspek K3. Ini mencakup penerapan standar dan prosedur keamanan yang ketat, sesuai dengan arahan dari lembaga pemerintah yang berwenang dalam ketenagakerjaan.
Pengelola B3, termasuk pemilik usaha dan pengawas, harus secara aktif melibatkan pekerja dalam semua kegiatan yang berkaitan dengan K3. Ini melibatkan penyediaan pelatihan yang memadai, peralatan keamanan yang sesuai, serta penerapan prosedur yang tepat dalam pengelolaan B3.
Selanjutnya, untuk menjamin kesehatan pekerja, dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Pemeriksaan ini diatur oleh instansi pemerintah terkait dan harus dilaksanakan oleh setiap pekerja dan pengawas yang terlibat langsung dengan B3, guna mendeteksi dini potensi gangguan kesehatan yang dapat timbul dari paparan B3.
Mengenal Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Dalam Industri Pembangkit Listrik
Penulis: Redny Tota Sihite, JFT PEDAL Madya
Kebutuhan Energi Listrik Sumberdaya energi diperlukan manusia untuk memenuhi keperluan transportasi, penerangan, perhotelan, mendukung keperluan pendidikan,mendukung jalannya administrasi pemerintahan, penggerak mesin-mesin diindustri, dan pemenuhan bahan baku industri.Sektor industri dalam operasionalnya banyak menggunakan gas, batubara, dan listrik. Pada tahun 2050 diperkirakan kebutuhan ketiga jenis energi tersebut terus meningkat menggantikan BBM yang harganya lebih mahal. Sektor komersial dan rumah tangga sebagian besar energinya dipenuhi oleh listrik. Kebutuhan energi sektor rumah tangga meningkat dari 116 juta SBM (Setara Barel Minyak) pada tahun 2016 menjadi 483 juta SBM pada tahun 2050, dengan pangsa terbesar adalah listrik diikuti LPG (BPPT, Energi Outlook 2018).
Selama 34 tahun ke depan terjadi pergeseran dominansi kebutuhan listrik, dari sektor rumah tangga ke sektor industri. Hal ini terjadi karena penggunaan listrik semakin efisien seiring dengan ketersediaan teknologi peralatan listrik rumah tangga yang semakin kompetitif. Sebaliknya, listrik didorong untuk memenuhi keperluan produktif sektor industri, seperti industri tekstil, kertas, pupuk, logam dasar besi, baja, dan lainnya. (BPPT, Energi Outlook 2018).
Energi dan lingkungan hidup adalah dua hal yang saling berkaitan. Bagaimana energi yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan serta bagaimana lingkungan hidup dapat menghasilkan energi yang berguna untuk menopang kehidupan.Energi yang digunakan dalam suatu bisnis proses industri harus mempertimbangkan aspek ekonomi dan dampak terhadap lingkungan, sebagaimana dimandatkan dalam misi RPJMN 2015-2019 berdasarkan Perpres No. 2 Tahun 2015 adalah untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan keberlanjutan pembangunan.
Pembangkit listrik digerakkan antara lain dengan menggunakan tenaga air, uap, minyak bumi, gas dan batubara. Dampak terhadap lingkungan dari kegiatan pembangkit listrik yang sering menjadi sorotan dalam pengoperasiannya adalah penggunaan bahan bakar yang memberikan keluaran berupa emisi gas rumah kaca sehingga berkontribusi terhadap pemanasan global. Namun ada hal lain yang belum menjadi perhatian yaitu penggunaan bahan kimia yang masuk dalam klasifikasi sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). B3 digunakan sebagai bahan utama dalam proses produksi energi listrik maupun sebagai bahan penolong atau pada utilitas.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 58 ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3. Selanjutnyadi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 disebutkan pada pasal 4 bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup. Prinsip dari pengelolaan B3 adalah untuk mengendalikan pencemaran dan meminimalkan dampak negative terhadap kesehatan manusia dan lingkungan akibat dari penggunaan B3.
Di dalam tulisan ini akan diuraikan gambaran penggunaan B3 pada kegiatan pembangkit listrik, contoh beberapa jenis B3 yang digunakan dan upaya pengelolaan B3 yang perlu diketahui oleh industri pembangkit listrik untuk memenuhi ketentuan peraturan perundangan.
Penggunaan B3 Pada Proses Utama Pembangkit Listrik Tidak semua pembangkit listrik menggunakan bahan kimia pada proses utamanya, misalnya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Mesin penggerak yang digunakan adalah turbin air untuk mengubah energi potensial air menjadi kerja mekanis poros yang akan memutar rotor generator untuk menghasilkan energi listrik. Air sebagai bahan baku PLTA dapat diperoleh dari sungai atau waduk yang secara langsung disalurkan untuk memutar turbin. PLTA hanya menggunakan energi gravitasi air sebagai penggerak. Bahan kimia hanya digunakan untuk kegiatan perawatan mesin-mesin seperti produk pelumas.
Untuk memberikan gambaran penggunaan bahan kimia atau B3 pada proses utama berikut ini diberikan contoh penggunaannya di Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Uap (PLTG/U) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Jenis B3 yang digunakan dapat saja berbeda untuk tujuan penggunaan yang sama.
a. PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap) Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) merupakan kombinasi antara PLTG dan PLTU. PLTGU dioperasikan dengan menggunakan bahan bakar minyak dan atau bahan bakar gas. Gas panas atau gas bekas proses PLTG, selanjutnya dimanfaatkan untuk proses pemanasan air di Heat Recovery Steam Generator (HRSG) untuk memproduksi uap yang akan digunakan sebagai media penggerak turbin uap yang seporos dengan generator. Tahapan proses produksi listrik di PLTGU sama halnya dengan proses produksi di PLTG. Untuk menghasilkan Gas/Gas Uap, digunakan bahan baku air yang dapat berasal dari air tawar maupun dari air laut. Bahan baku air laut perlu diolah terlebih dahulu agar tidak merusak mesin-mesin pembangkit listrik. Beberapa tahapan proses yang menggunakan bahan kimia adalah sebagai berikut:
• Proses Desalinasi: Air laut dirposes di unit desalinasi yang bertujuan untuk menghilangkan mineral sehingga tingkat conductivity turun pada tingkat tertentu. Bahan kimia yang digunakan dalam proses ini antara lain sodium bisulphite untuk meminimalisir kadar Chlorine yg masuk, antiscalant untuk meminimalisir terbentuknya kerak dan anti foam yang berfungsi untuk mencegah terbentuk buih, sehingga dihasilkan air baku yang siap digunakan.
• Proses Demineralisasi: Air baku dari proses desalinasi kemudian di proses demineralisasi untuk menghilangkan kandungan mineral sehingga diperoleh tingkat conductivityyang diharapkan. Bahan kimia yang digunakan dalam proses yaitu Hydrochloric acid (HCl) dan Sodium hydroxide (NaOH) yang berfungsi untuk regenerasi resin.
• Proses di Unit Boiler: Boiler yang beroperasi pada unit PLTGU berfungsi menghasilkansuperheated steam dengan bantuan panas dari sisa gas buang unit PLTG. Dalam pengoperasiannya,Ammonia digunakan untuk menaikkan pH air yang diinjeksi ke condenser, Carbohydrazide/Hydrazine digunakan untuk menghilangkan kadar oksigen dalam air yang diinjeksi ke aerator yang berguna untuk mencegah korosi pada boiler, dan Trisodium phosphat (TSP) sebagai penyangga pH di boiler.
• Proses di Sistem Air Pendingin: Sebelum masuk ke kondensor air pendingin dilewatkan melalui saringan kemudian diklorinasi. Uap air dari HRSG yang telah dipakai untuk menggerakkan steam turbin generator dimanfaatkan kembali dengan cara mengembunkannya kembali melewati kondensor (alat penukar panas), dengan menggunakan media air pendingin. Bahan kimia yang digunakan adalah Sodium hypochlorite untuk mecegah terbentuknya biota laut di sistem air pendingin.Bahan ini biasanya diproduksi sendiri dengan menggunakan generator chlorine.
b. PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Proses pada pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) memiliki kesamaan dengan pembangkit listrik tenaga uap yaitu menggunakan uap untuk memutar turbin yang selanjutnya akan menghasilkan listrik. Perbedaannya adalah pada sumber uap yang digunakan. Pada pembangkit listrik tenaga panas bumi, uap didapatkan dari brine (air panas) dari reservoir yang diakses menggunakan sumur injeksi, seperti halnya pada sumur bor minyak. Setelah melewati separator, uap yang dihasilkan akan disalurkan ke final scrubber untuk dimurnikan yang kemudian digunakan untuk memutar turbin. Pada proses ini bahan kimia digunakan pada pengolahan air kondensat, yaitu berupa sodium hydroxide (NaOH) untuk menetralkan pH air. Selain itu digunakan jugaSodium hypochlorite (NaOCl) dan Sodium bromide (NaBr) untuk menghilangkan algae/lumut.
Penggunaan B3 pada IPAL, Kegiatan Pemeliharaan, dan Analisa Laboratorium a. Penggunaan B3 pada IPAL Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau waste water treatment plant (WWTP), adalah sebuah struktur yang dirancang untuk memisahkan/membuang pengotor biologis dan kimiawi dari air sehingga memungkinkan air tersebut dapat digunakan pada aktivitas yang lain.
IPAL yang difungsikan untuk mengolah air limbah dari kegiatan PLTGU dan PLTP menggunakan B3 antara lain: Sodium hypochlorite berfungsi untuk menurunkan kandungan COD, Hydrochloric acid (HCl) untuk menetralkan air jika pH cenderung basa, Sodium hydroxide (NaOH) untuk menetralkan air jika pH cenderung asam, Poly alumnuim chloride (PAC) sebagai coagulantdan floculantuntuk membentuk flok agar padatan terlarut dapat menggumpal dan lebih mudah diendapkan membentuk sludge.
b. Penggunaan B3 untuk Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan terhadap peralatan produksi dan peralatan pendukung lainnya dilakukan secara periodik oleh perusahaan. Dalam kegiatan pemeliharaan mesin-mesin, perusahaan pembangkit listrik menggunakan produk-produk bahan kimia seperti pelumas, bahan pendingin, kegiatan pengelasan dan lainnya. Produk-produk tersebut juga memiliki kandungan bahan kimia yang masuk dalam klasifikasi B3 seperti Argon danChlorodifluoromethane.
c. Penggunaan B3 untuk Analisa Laboratorium Dalam kegiatan pembangkit listrik ditemukan juga penggunaan B3 pada analisa laboratorium untuk keperluan seperti pengujian kualitas air, kualitas air laut dan kualitas pengolahan air limbah. Bahan kimia yang digunakan untuk analisa laboratorium juga memiliki klasifikasi sebagai B3. Walaupun jumlah penggunaan B3 untuk keperluan analisa laboratorium tidak terlalu banyak, tetapi perlu dikelola dengan baik dan benar. Bahan Kimia sebagai B3 pada Kegiatan Pembangkit LIstrik PP 74 Tahun 2001 mengklasifikasikan B3 sebagai mudah meledak (explosive); pengoksidasi (oxidizing); sangat mudah sekali menyala (extremely flammable); sangat mudah menyala (highly flammable), mudah menyala (flammable), amat sangat beracun (extremely toxic); Sangat beracun (highly toxic), beracun (moderately toxic); berbahya (harmful); korosif (orrosive), bersifiat iritasi (irritant); berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment); karsinogenik (carcinogenic); teratogenik (teratogenic); mutagenik (mutagenic).Berdasarkan klasifikasi tersebut kita dapat mengetahui apakah bahan kimia yang digunakan masuk dalam kelompok B3 atau tidak. Informasi tersebut dapat kita peroleh dariLembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) yang seharusnya selalu disertai dalam setiap pembelian bahan kimia.
Data bahan kimia yang diperoleh dari kegiatan inventarisasi penggunaan B3 di industri seringkali hanya berupa nama dagang, nomor CAS (chemical abstacs service) tetapi tidakdilengkapi dengan LDKB. Untuk mengetahui nama bahan kimianya maka perlu dilakukan cek silang dengan referensi yang tersedia di berbagai media. Salah satu referensi yang dapat digunakan adalah melalui website European Chemicals Agency (ECHA) yang merupakan database berupa informasi klasifikasi dan pelabelan zat yang didaftarkan, yang diterima dari produsen dan importir yang telah diteliti oleh berbagai lembaga. Selain ECHA, terdapat referensi lainnya seperti Toxic Substances Control Act (TCSA) di Amerika Serikat yang memiliki daftar bahan kimia baru atau yang sudah ada.
Dari kombinasi data primer dan beberapa bahan kimia yang dapat dicek silang melalui sistem ECHA, dibawah ini disajikan beberapa jenis B3 yang digunakan pada proses utama pembangkit listrik maupun untuk kegiatan pendukung lainnya.
Tabel 1. Jenis B3 Yang Digunakan Pada Kegiatan Pembangkit Listrik
Dari tabel diatas dapat kita kenali berbagai B3 yang digunakan pada bisnis proses pembangkit listrik. Mungkin belum semua B3 bahan masuk dalam daftar tersebut, namun kita dapat memastikan bahwa dengan adanya penggunaan B3 maka perlu disusun kebijakan maupun langkah-langkah yang dibangun untuk mengelola B3.Dari tabel tersebut juga terlihat bahwa sebagian jenis B3 telah diatur dalam Lampiran PP 74 tahun 2001 dan sebagian lagi tidak, namun perlakuan terhadap seluruh B3 patut mengikuti kaidah yang berlaku agar meminimalkan dampak negatif dari penggunaan B3.
Ketentuan Pengelolaan B3 Secara ringkas berikut ini adalah beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam pengelolaan B3. Walaupun tidak dijelaskan secara rinci tetapi diharapkan dapat menjadi petunjuk bagi perusahaan pembangkit listrik yang belum mengetahui mengenai kewajiban dalam pengelolaan B3 seperti diatur dalam PP Nomor 74 Tahun 2001,antara lain: 1. Melakukan registrasi B3 untuk B3 yang diimpor pertama kali, dan notifikasi B3untuk impor B3 yang masuk dalam daftar B3 terbatas dipergunakan. Registrasi B3 dilakukan untuk masing-masing jenis B3 maupun untuk jenis B3 yang sama tetapi diimpor dari negara yang berbeda. Registrasi B3 diberlakukan terhadap B3 yang dipergunakan dan notifikasi B3 dilakukan terhadap B3 yang terbatas dipergunakan sesuai Lampiran PP 74 Tahun 2001. 2. Menyertakan Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) dalam pengangkutan, penyimpanan, dan pengedaran B3. LDKB merupakan berkas data yang mengandung informasi mengenai sifat-sifat suatu bahan. LDKB sangat penting untuk mengetahui penanganan terhadap suatu bahan dengan aman. 3. Menggunakan pengangkut yang telah memiliki izin sebagai pengangkut B3. Izin sebagai pengangkut B3 diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan atas rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.B3 yang diperoleh dari penyedia bahan kimia lokal, maka perusahaan perlu untuk mengetahui apakah B3 diangkut menggunakan pengangkut B3. 4. Pengemasan B3 harus sesuai klasifikasi bahan. 5. Pada kemasan B3 harus diberikan simbol dan label B3 serta dilengkapi dengan LDKB.Simbol dan label B3 telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label B3. 6. Pada tempat penyimpanan B3 diberikan simbol dan label B3. 7. Pada tempat penyimpanan B3 harus dilengkapi dengan sistem tanggap darurat dan prosedur penanganan B3. 8. B3 yang kadaluarsa dan/atau tidak memenuhi spesifikasi dan atau bekas kemasan, harus dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan limbah B3. 9. Mengganti kerugian akibat kecelakaan dan atau keadaan darurat, dan atau memulihkan kondisi lingkungan hidup yang rusak atau tercemar yang diakibatkan oleh B3. 10. Menyampaikan laporan tertulis tentang pengelolaan B3 kepada instansi yang bertanggungjawab.
Simbol B3 sesuai Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2008
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi,Indonesia Energy Outlook 2018, 2018.
BPPT 2016, Outlook Energi Indonesia 2016.
https://echa.europa.eu/information-on-chemicals/cl...
LABOR, https://www.osha.gov/SLTC/etools/ics/nrs.html;
Direktorat Pengelolaan B3-Dirjen PSLB3, KLHK (2016), Laporan Tahunan Direktorat Pengelolaan B3 tahun 2016.
Direktorat Pengelolaan B3-Dirjen PSLB3, KLHK (2017), Laporan Tahunan Direktorat Pengelolaan B3 tahun 2017.
UU Nomor 32 Tahun 2009, Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001, Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun;
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2008, Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun;
B3 dan POPs b3 Pengelolaan b3 ditpb3 bahan kimia pembangkit listrik
Limbah B3 adalah salah satu jenis limbah yang perlu diidentiikasi dan dikelola. Limbah B3 sendiri adalah Bahan Berbahaya dan Beracun atau sering disingkat dengan B3 yaitu zat, energi atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi atau jumlahnya dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Limbah B3 berdasarkan bentuknya terbagi menjadi limbah padat, cair dan gas. Mengingat sifatnya yang berbahaya dan beracun, pengelolaan limbah B3 perlu dilakukan oleh pelaku usaha yang menghasilkan limbah B3.
Pengelolaan limbah B3 terdiri dari penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Untuk memastikan pengelolaan limbah B3 dilakukan dengan tepat dan mempermudah pengawasan maka setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 wajib memiliki izin sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Mau tau info seputar K3L? Nantikan artikel terkait K3L selanjutnya, ya!
Standar Pengemasan untuk Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Pengemasan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) harus dilaksanakan dengan ketat dan sesuai klasifikasi untuk menjamin keselamatan selama proses distribusi dan penyimpanan. Pentingnya penerapan standar pengemasan yang tepat disertai dengan penandaan simbol dan label pada setiap kemasan B3 tidak dapat diremehkan. Langkah ini esensial untuk memudahkan identifikasi B3 dan menginformasikan pengelolaan yang tepat untuk menghindari risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Peraturan terkait pengemasan, penandaan, dan penyediaan Lembar Data Keselamatan Bahan (MSDS) telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 3 tahun 2008. Regulasi ini memberikan pedoman jelas mengenai spesifikasi kemasan, termasuk simbol bahaya dan informasi penting yang harus tercantum pada label, sehingga memastikan semua pihak terinformasi dengan baik tentang karakteristik dan cara penanganan B3 yang aman.
Terkait dengan kondisi kemasan B3 yang rusak, ada prosedur khusus yang harus diikuti. Jika kemasan B3 mengalami kerusakan namun isi masih dapat dikemas ulang, maka tanggung jawab pengemasan ulang berada pada pihak pengedar. Sedangkan untuk B3 yang tidak dapat dikemas ulang dan berpotensi menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan serta membahayakan keselamatan manusia, pengedar diwajibkan untuk segera menanggulangi kondisi tersebut.
Kerusakan pada simbol dan label kemasan B3 juga harus segera ditangani dengan memberikan penandaan ulang yang sesuai. Langkah ini vital untuk memastikan bahwa informasi penting tentang B3 tetap tersedia dan dapat diakses dengan mudah oleh semua pihak yang berkepentingan.
Prinsip Utama dalam Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan salah satu proses kritis yang memerlukan penanganan khusus untuk memastikan keselamatan manusia dan kelestarian lingkungan. Berikut adalah beberapa aspek kunci yang harus diperhatikan dalam pengangkutan B3:
Kendaraan yang digunakan untuk mengangkut B3 harus memenuhi standar khusus yang ditetapkan, termasuk persyaratan keselamatan dan keamanan sesuai dengan jenis dan karakteristik B3 yang diangkut. Hal ini untuk memastikan bahwa B3 diangkut dengan aman dan mencegah risiko kebocoran atau kecelakaan.
Pengemudi kendaraan pengangkut B3 harus memiliki kualifikasi khusus, termasuk pelatihan tentang penanganan B3, keselamatan jalan, dan protokol darurat. Asisten pengemudi, yang bertugas mendukung pengemudi dalam memastikan pengangkutan B3 berjalan lancar, juga harus memenuhi kriteria serupa dan tidak diizinkan mengemudi.
Rute yang digunakan untuk mengangkut B3 harus dipilih dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk jenis jalan, tingkat risiko bahan yang diangkut, dan kerawanan lingkungan. Hindari melalui daerah padat penduduk, zona risiko tinggi, dan area yang kondisinya tidak memungkinkan untuk dilalui kendaraan pengangkut B3.
Pengangkutan B3 dapat dilakukan baik dalam bentuk curah maupun non-curah. Untuk B3 curah, penggunaan kemasan besar atau kendaraan khusus adalah suatu keharusan. Sedangkan B3 non-curah dapat diangkut dengan kemasan yang aman dan terlindungi, dengan memperhatikan kombinasi kemasan dalam dan luar serta jenis bahan pembungkus.
Regulasi dan panduan yang lebih detail tentang pengangkutan B3 telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, termasuk SK Dirjen Perhubungan Darat No.SK.725/AJ.302/DRJD/2004. Mematuhi regulasi ini tidak hanya memastikan keamanan pengangkutan tetapi juga membantu dalam pelestarian lingkungan serta mencegah terjadinya kecelakaan yang dapat berakibat fatal.
Pentingnya Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) atau Material Safety Data Sheet (MSDS) dalam Pengelolaan B3
LDKB atau MSDS merupakan dokumen esensial yang menyediakan informasi komprehensif mengenai bahan kimia, termasuk karakteristik fisik dan kimianya, potensi bahaya, instruksi penanganan yang aman, dan langkah-langkah yang harus diambil saat terjadi keadaan darurat. Dokumen ini menjadi sangat penting dalam pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebagai upaya untuk menjamin keselamatan kerja dan perlindungan lingkungan.
Menurut peraturan yang berlaku, pembuatan MSDS menjadi tanggung jawab utama dari produsen bahan kimia berbahaya, sebagaimana diatur dalam Standar Komunikasi Bahaya 29 CFR 1910.1200 oleh OSHA. Dokumen ini harus dibuat dan disertakan dalam setiap siklus distribusi bahan kimia, mulai dari produksi, pengangkutan, penyimpanan, hingga penggunaan akhir.
MSDS harus mencakup informasi detail tentang:
PENGERTIAN LIMBAH B3 ( BAHAN BERBAHAYA BERACUN )
Admin dlh | 30 September 2019 | 785123 kali
Gambaran Umum Limbah B3
Dalam melakukan penanganan terhadap limbah, penting untuk diketahui bahwa ada jenis-jenis limbah yang ternyata sangat mengancam lingkungan dan kesehatan manusia. Jenis limbah tersebut kerap disebut dengan istilah limbah B3. Apakah yang dimaksud dengan limbah B3? Apa saja contoh limbah B3 yang terdapat di sekitar kita? Bagaimana teknik penanganan limbah B3 agar tidak menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia? Di artikel kali ini kita akan menjawab semua pertanyaan ini.
Kata B3 merupakan akronim dari bahan beracun dan berbahaya. Oleh karena itu, pengertian limbah B3 dapat diartikan sebagai suatu buangan atau limbah yang sifat dan konsentrasinya mengandung zat yang beracun dan berbahaya sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak lingkungan, mengganggu kesehatan, dan mengancam kelangsungan hidup manusia serta organisme lainya. Limbah B3 bukan hanya dapat dihasilkan dari kegiatan industri. Kegiatan rumah tangga juga menghasilkan beberapa limbah jenis ini. Beberapa contoh limbah B3 yang dihasilkan rumah tangga domestik) di antaranya bekas pengharum ruangan, pemutih pakaian, deterjen pakaian, pembersih kamar mandi, pembesih kaca/jendela, pembersih lantai, pengkilat kayu, pembersih oven, pembasmi serangga, lem perekat, hair spray, dan batu baterai.
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
Suatu limbah tergolong sebagai bahan berbahaya dan beracun jika ia memiliki sifat-sifat tertentu, di antaranya mudah meledak, mudah teroksidasi, mudah menyala, mengandung racun, bersifat korosifmenyebabkan iritasi, atau menimbulkan gejala-gejala kesehatan seperti karsinogenik, mutagenik, dan lain sebagainya. a. Mudah meledak (explosive)
Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar dapat meledak karena dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi lewat reaksi fisika atau kimia sederhana. Limbah ini sangat berbahaya baik saat penanganannya, pengangkutan, hingga pembuangannya karena bisa menyebabkan ledakan besar tanpa diduga-duga. Adapun contoh limbah B3 dengan sifat mudah meledak misalnya limbah bahan eksplosif dan limbah laboratorium seperti asam prikat.
Limbah pengoksidasi adalah limbah yang dapat melepaskan panas karena teroksidasi sehingga menimbulkan api saat bereaksi dengan bahan lainnya. Limbah ini jika tidak ditangani dengan serius dapat menyebabkan kebakaran besar pada ekosistem. Contoh limbah b3 dengan sifat pengoksidasi misalnya kaporit. c. Mudah menyala (flammable)
Limbah yang memiliki sifat mudah sekali menyala adalah limbah yang dapat terbakar karena kontak dengan udara, nyala api, air, atau bahan lainnya meski dalam suhu dan tekanan standar. Contoh limbah B3 yang mudah menyala misalnya pelarut benzena, pelarut toluena atau pelarut aseton yang berasal dari industri cat, tinta, pembersihan logam, dan laboratorium kimia. e. Beracun (moderately toxic)
Limbah beracun adalah limbah yang memiliki atau mengandung zat yang bersifat racun bagi manusia atau hewan, sehingga menyebabkan keracunan, sakit, atau kematian baik melalui kontak pernafasan, kulit, maupun mulut. Contoh limbah b3 ini adalah limbah pertanian seperti buangan pestisida. f. Berbahaya (harmful)
Limbah berbahaya adalah limbah yang baik dalam fase padat, cair maupun gas yang dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu melalui kontak inhalasi ataupun oral. g. Korosif (corrosive)
Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang memiliki ciri dapat menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan pengkaratan pada baja, mempunyai pH ≥ 2 (bila bersifat asam) dan pH ≥ 12,5 (bila bersifat basa). Contoh limbah B3 dengan ciri korosif misalnya, sisa asam sulfat yang digunakan dalam industri baja, limbah asam dari baterai dan accu, serta limbah pembersih sodium hidroksida pada industri logam. h. Bersifat iritasi (irritant)
Limbah yang dapat menyebabkan iritasi adalah limbah yang menimbulkan sensitasi pada kulit, peradangan, maupun menyebabkan iritasi pernapasan, pusing, dan mengantuk bila terhirup. Contoh limbah ini adalah asam formiat yang dihasilkan dari industri karet. i. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)
Limbah dengan karakteristik ini adalah limbah yang dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan dan ekosistem, misalnya limbah CFC atau Chlorofluorocarbon yang dihasilkan dari mesin pendingin j. Karsinogenik (carcinogenic), Teratogenik (teratogenic), Mutagenik (mutagenic)
Limbah karsinogenik adalah limbah yang dapat menyebabkan timbulnya sel kanker, teratogenik adalah limbah yang mempengaruhi pembentukan embrio, sedangkan limbah mutagenik adalah limbah yang dapat menyebabkan perubahan kromosom. Nah, demikianlah pengertian limbah B3 dan contohnya yang dapat kami sampaikan. Masing-masing contoh limbah B3 di atas memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda sehingga dalam penanganannya juga diperlukan teknik khusus yang spesifik.
Penulis : Fairuz Iman Haritsah, S. KM
Bahan Berbahaya dan Beracun atau B3 sebagian besar merupakan bahan kimia yang banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari, seperti detergen, pemutih pakaian, kapur barus, minyak tanah, bensin, oli, gas LPG dan sebagainya. Namun, apa sebenarnya B3 itu? Menurut Permenkes No. 66 Tahun 2016, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlah, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup serta mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup di sekitarnya. Singkatnya, B3 merupakan bahan yang memiliki potensi bahaya bagi manusia dan lingkungan.
Masing-masing B3 memiliki potensi bahaya yang berbeda. Bahaya tersebut dapat diidentifikasi melalui simbol B3. Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun, kategori B3 dan simbolnya antara lain :
Simbol ini menunjukkan bahan yang mudah mengeluarkan panas dengan cepat disertai dengan pengimbangan kehilangan panas, sehingga menyebabkan kecepatan reaksi yang menimbulkan nyala. Bahan ini dapat berupa :
a. Bahan yang meningkat suhunya jika kontak dengan udara pada temperatur ambien
b. Bahan padat yang mudah terbakar jika kontak dengan sumber api
c. Bahan gas yang mudah terbakar pada suhu dan tekanan normal
d. Bahan yang mengeluarkan gas yang sangat mudah terbakar dalam jumlah yang berbahaya, jika bercampur atau kontak dengan air/udara lembab
e. Bahan padat dan cair yang memiliki titik nyala di bawah 0ºC dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 35ºC
f. Bahan padat atau cair yang memiliki titik nyala 0ºC – 21ºC
g. Bahan cair yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan/atau pada titik nyala (flash point) tidak lebih dari 60ºC akan menyala apabila terjadi kontak dengan sumber nyala api pada tekanan udara 760 mmHg
h. Aerosol yang mudah menyala
i. Peroksida organik.
Simbol ini menunjukkan bahan bersifat aktif mengoksidasi sehingga menimbulkan reaksi keluar panas. Simbol ini menunjukkan bahan yang dapat melepaskan banyak panas atau menimbulkan api jika bereaksi dengan bahan kimia lainnya, terutama bahan-bahan yang sifatnya mudah terbakar meskipun dalam keadaan hampa udara.
Simbol ini menunjukkan bahan yang bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut. Sifat racun dalam bahan memiliki beberapa Tingkat yang ditentukan berdasarkan uji LD50.
Simbol ini menunjukkan bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja, bersifat sangat asam dan sangat basa (pH ≤ 2 dan ≥ 12,5)
Simbol ini menunjukkan bahan dengan paparan jangka pendek, jangka panjang atau berulang dapat menyebabkan efek kesehatan sebagai berikut:
a. karsinogenik yaitu penyebab sel kanker
b. teratogenik yaitu sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio
c. Mutagenik yaitu sifat bahan yang menyebabkan perubahan kromosom yang berarti dapat merubah genetik
d. Toksisitas sistemik terhadap organ sasaran spesifik
e. Toksisitas terhadap sistem reproduksi
f. Gangguan saluran pernafasan.
Simbol ini menunjukkan bahan yang dapat mengakibatkan peradangan pada kulit dan selaput lendir jika terjadi kontak secara langsung dan/atau terus menerus. Bahan dengan simbol ini dapat menyebabkan alergi dan iritasi serius pada organ yang terkenan kontak langsung.
Simbol ini untuk menunjukkan bahan yang dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan. Bahan kimia ini dapat merusak organisme perairan atau bahaya lain seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC = Chlorofluorocarbon) serta persisten di lingkungan (misalnya PCBs = Polychlorinated Biphenyls).
Simbol ini menunjukkan bahan yang bertekanan tinggi dan dapat meledak bila tabung dipanaskan/terkena panas atau pecah dan isinya dapat menyebabkan kebakaran.
Simbol ini untuk menunjukkan bahan yang apabila terjadi kontak pada tubuh, baik melalui pernafasan atau mulut dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.
1. https://www.kompas.com/skola/image/2022/11/05/153000969/simbol-bahan-kimia-berbahaya-dan-penjelasannya?page=1
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
2. Environment Indonesia Center. (2020). Apa itu B3? Apa saja simbolnya?. Diakses dari https://environment-indonesia.com/articles/apa-itu-b3-apa-saja-simbolnya/
Penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3) dalam berbagai bidang industri, pertambangan, pertanian, dan sektor kesehatan di Indonesia telah mengalami peningkatan yang signifikan selama beberapa dekade terakhir. Apabila tidak dikelola dengan benar, B3 dapat menimbulkan berbagai risiko serius terhadap kesehatan pekerja, kerusakan lingkungan, kerugian material, dan bahkan kehilangan nyawa.
Pentingnya pengelolaan B3 dalam konteks keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak bisa diabaikan. Aktivitas pengelolaan B3 mencakup produksi, transportasi, distribusi, penyimpanan, penggunaan, serta pembuangan B3 yang bertujuan untuk meminimalisir dampak negatifnya terhadap lingkungan dan makhluk hidup.
Setiap pihak yang berkecimpung dalam pengelolaan B3 wajib menerapkan langkah-langkah pencegahan untuk menghindari pencemaran dan kerusakan lingkungan. Ini merupakan kewajiban yang harus dijalankan guna melindungi kesehatan manusia dan kelestarian alam.
LIMBAH B3 (BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN)
Admin dlh | 15 Oktober 2019 | 5690 kali
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Di mana masyarakat bermukim, di sanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water).
Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Beberapa faktor yang memengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:
Untuk mengatasi berbagai limbah dan air limpasan (hujan), maka suatu kawasan permukiman membutuhkan berbagai jenis layanan sanitasi. Layanan sanitasi ini tidak dapat selalu diartikan sebagai bentuk jasa layanan yang disediakan pihak lain. Ada juga layanan sanitasi yang harus disediakan sendiri oleh masyarakat, khususnya pemilik atau penghuni rumah, seperti jamban misalnya.
Kata B3 merupakan akronim dari bahan beracun dan berbahaya. Oleh karena itu, pengertian limbah B3 dapat diartikan sebagai suatu buangan atau limbah yang sifat dan konsentrasinya mengandung zat yang beracun dan berbahaya sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak lingkungan, mengganggu kesehatan, dan mengancam kelangsungan hidup manusia serta organisme lainya.Limbah B3, atau Bahan Berbahaya dan Beracun, mencakup berbagai jenis limbah yang memiliki sifat-sifat yang dapat menyebabkan dampak serius terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Konsep ini melibatkan zat-zat yang memiliki tingkat toksisitas tinggi, serta dapat menciptakan risiko yang signifikan jika tidak dikelola dengan benar. Sifat berbahaya dan beracun ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti industri, rumah tangga, pertanian, dan sektor lainnya.
Dalam sektor industri, limbah B3 dapat dihasilkan dari proses manufaktur, pengolahan kimia, dan produksi berbagai barang konsumen. Senyawa kimia berbahaya, seperti logam berat, pelarut organik, dan bahan kimia industri lainnya, dapat menjadi komponen utama limbah B3 industri. Di sisi lain, rumah tangga juga turut berkontribusi pada produksi limbah B3 melalui penggunaan berbagai produk sehari-hari.
Pada tingkat rumah tangga, beberapa produk yang umum digunakan seperti pembersih rumah, pestisida, cat, dan baterai mengandung bahan-bahan yang dapat dianggap sebagai limbah B3. Penggunaan sehari-hari ini, meskipun terlihat sepele, dapat mengakibatkan akumulasi limbah beracun di tempat pembuangan akhir, dengan potensi merusak ekosistem dan mencemari sumber daya air dan tanah.
Manajemen limbah B3 melibatkan serangkaian langkah, mulai dari identifikasi jenis limbah, penanganan, penyimpanan yang aman, transportasi yang terkendali, hingga pemusnahan atau daur ulang yang sesuai. Pentingnya pengelolaan limbah B3 tak hanya berkaitan dengan keberlanjutan lingkungan, tetapi juga melibatkan perlindungan kesehatan manusia dari paparan zat-zat beracun ini.
Kesadaran masyarakat terhadap limbah B3 menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan berkelanjutan. Edukasi mengenai penggunaan yang bijak, pengelolaan yang tepat, dan pengurangan limbah B3 di tingkat individu dan komunitas dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mengatasi tantangan ini. Dengan demikian, pemahaman mendalam mengenai limbah B3 menjadi dasar untuk upaya kolektif dalam menjaga keberlanjutan lingkungan.
%PDF-1.5 %µµµµ 1 0 obj <>>> endobj 2 0 obj <> endobj 3 0 obj <>/ExtGState<>/Font<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/Annots[ 16 0 R 17 0 R] /MediaBox[ 0 0 612 792] /Contents 4 0 R/Group<>/Tabs/S/StructParents 0>> endobj 4 0 obj <> stream xœœ}k³e·måwUé?œ�}]é£Í7™r¹F/¿âWbyR3J>´õhõHê–eu¦<¿~rŸ¾$¸×>ë¦RŽ¬kl I, /üéòóŸðû�óÉeûÅ/.}òñåƒ_ý9]^þýý÷þöþ{ÆÄ« —þŸÏ×.>øk¸$“®éòÅ÷ï¿÷Áo¾ñò«pùäÍå_ßïòéïë÷þøÓ«¯_|ñ“ŒüáO?½ø⛯¾¼|þÁgo~øÏ>ûÇ_}ð§/_½~ñÓ«7¯÷Ÿüè³:Ò/ÍŘëæ/Ÿ}]¸ý¦¹äp5õOÉ•«¯ÿKýÅíòRþ߯Þïóg¿}xnì³·Æ<ûñá¹{öúÅCyöÝÃsÿì"ûìáy~öÕ·õo¯_É¿•?^~÷êõËú§ö/oëÿxñúò?ž§go¾{ˆÏÞ~ÿ`Ò³¯.æá?/Ÿýöý÷>Ì ƒ7–l•„5#KŸ?Ë—?<„goÚ—o+óO—ëß~hÿÖ~^¿ØÍØË<“?þºþÏ�~ÏUD7ÿÞsH[®Fñf7@ì·íjÂLü�Ø]Sž‰/€ö¦4¯ùˆöÔL>zóÓOo¾¿g)åZâd(¡šä«}^£í¿yÙäŸ}ñù3(Ú`“ÜôQûbáö2,3ñb/Æk«5!]‹¿Ä²É?º þx01\“¢ýѦ*Y7Ò¶I:Ó˜þË'è³®A}Ö¾ø 2ñ.Ä0ó„”m7õf¦ý¢5öší§ˆÖÚ«I3í³W§h—¯Sã^žW!n>æ&“O‡>ŒæšË�ÿˆ>HöËÌ<ÛEâ"Úb¯6q´n«´n™m¨| ë@Zu¦ZåÑdÑœ ²™LL!órn»F5�ß#Úª®¬h?B´ÁÉîÇ &º«3«¸º=Ë< %“êÙg$¹Êu“Q3pˆ¶øEŠ�‘R7e^õ`AÛ·½’RôõÖ›’¢—Eªh�hë"¥Ç•EêŸn¶¦~ã%&Í‘QŽ©&³Ùñ¼#™X×Rœiÿ îÔöêËLyÈæšÜL‹cJUŽ¢E·¢s7ãñ´øðÁ�×µCf‘!Ü�œ‡hâ ž.^}@<}"ÄkIÓg”=Ø´µ“O}÷n³ÿž>Õ‘²é@Hᶔ¶ÑN3ÙuÉ}·Ù"^õú3�Ûli»Ï(kt*ºê«Eý;ç«c_8%ºêEÏ…ê yÒ¸]LâéR‹F¶ac´f�íÿ#R“lšùH¯p'Úê\g–�wæ«êÕþ€|o3½—x——qÑÑ*gÉh}ý�²¾JþÈẪû~¬„|-÷<›ºíof"…«ÜÛ¶‘¤Hý6˜kH)¥}ñÈœ¿º³³U¯,¸‰!¤|qʶ™é^|²<“Bs5N� �*“¯aV ÞD–I±ûUÏ›™ï ¡ô�¤¥¦U½nC2==jÚô¨H±.õ“àÄ([èb�.W…Èù+†äy¸-6§Y øѽŒç¦ñÜLK‚5JõñêfRRCÝEìL‹,QÀï¦h!ŠàW6’‘ù0õས4ÓBŸ±úçn¢�|‹?þºW±�Ùá»;›¦ÙR™BëN6X›#-ö¿lsØFZˆ”}ß©q÷=v¤…¨º.Ó Æ…¾U]|znPU‘.‘ãÖ-8N²'ô«€ÈΘ\]eYÉž2oŠ›sþê Ƀë>ÎH‹0‚¸rQÑ~ø¿%:ù!<“rXX�} Jt£;òG´-x‰>䃥…¶'_1¹Ü½Žcžiÿz^¥ÁIfµx_–²[áŒÞ"¡WY·Hç—íé1^…sÕG«&¾åÔá¨_nûÈð²*kçZ~úJnk~Þã' ¶: ›Y˜"¦_‘}\ýîÁ?ûú•‹kÖ`|¯bqS0kÿ†ƒr˜ÑßÎ;Ž+q…K¹: VÑB—©"‹fZ´ßq#-Z.n-Ò8Òžyxâ‹Qr¨`Æ'¬�_Âà)ëÆ•îÏ�\ÁÕ¼õ³d¤Å�¸í-–ÌâñùÉãóG>iw"CÙ$¼FT®#꼋É-꺩¼öv¼ªÅD«³l-¡²¤%ƒa*ß)^C¾ç¶l3•™öÇ“-¯î.í+è¾Ù'Zìê9qq¿áÙ_Œ{öå[¸×Év;~%§¥É="ý#œD=yRš?k_¼€[cËMÜ}{âØY5“o mZÆý:�q¡}ñîÊ-àĉ¾Ù¦Lí=¶¤…©ßm›ìÁí—�6.üâqË2.R†de4í?�œ¬Ìœ5-œ›�˜Ï—æeO´HÇrå;Ëëp’EÝè§]E'|�w‰yê©à#%ݸ©TÈïÈhÏCq¦ã¢~|T–E¥ÐKOIÜ N¥Ù ¸ Ö¸“ýž·.E8ùJ-‚·Ó†'Ñ?×öoÐö*¨"øƒ}éÆÛMb-§º9.[éx*j9fãpÌ>ºÕEjoB5�wv ë.LhåäðõOm~oàÉá"LŸµ/^Þ9jFžà±T�@_fZ|"e �L´ðäˆ-î2ÑÂà ®‚ ø…‡A Í;i‚´yááí—Ðs¨b)$ÇÕÓIAk²ø^ÉòÙWðIl?kñöÕ·p£ê¸bÕ?Ü�êA”MÂÃj?(˜YKZKÓÂŒ’‹íÐi!¿®ï‚#-†Ë¸h¸°‰Ä�6 ‰eÛt nÈRu¨6G²”ì2U¸Ùöä'–l•AÞÙËÒÁ^¶D…`q u™ØöΑÍÃÄ,L ´ŒLê›Âð•øÝ[s|÷üµŠš’›¿kŸü~š??NF¡%1i4Sw׽ݖ¹ëÞÊÁVfw°zžE3Ï"†º–7ÃÍÚºVS5ÑÂýÙåe\ȯïXm¤ýÒFÉe’ãöóo¤ýživ™V……ä€Û¸I µ@l›h¡Q$Ó|ŠßäZ\Ú¶-¶å+yGò›K;òFZè·ßâOÛ(ܤ&b]&ø<íP„aə؜cF�·cw˽³t$Æ•x®Œ¼ éqÑÎ'ÁBWÐûÓ+äW ÊJá@âoáõLuä*“ðá枼ǺÔj!W¦Z ùkä\KXÐ:n¯Øó$-WʶSàŒÌWÖç.Z{¾%[ä$)5‚Ùδ8ŒÙ#”¡nÒü¾þò-‚uëÖCCQQžiÿ ί'h ,§'8‰hTE¹ èƒüö»‡ço«’CR_ÀŒkeQ¶Ê‘¦/#-ÜV«Ï)¡Ö‘zõÈ(Šm ð“@âHû d8¯“ƒBÛÏ�‘Ö ;Å�Ømn¡…åh«'µ!Q<=®9<)|+âxöëØ~3^.I®…]ÐØ‹¡—#゙"¡.-ä�=7™^s2‘¢Ë,ÆWD3“¶6/^=<û™>Ǭ9 ‰K×]EÒŽîݾßwýtÈS[ûÓGý6 2ÕCŠ}¢æÈ vÁþù‡¯/–lGÂhÅ«�þúåÛÒIVÃI‘üí™6·(Ó#íèÁHÝÓe1«¯r?ß¿‡?æZJzüìÜ¡’-Ô¨™À ¦š‹öãCƒM#-ô·+ÖÏì¸Áµ q¤…8)”æCSZ’Äg™i¡ö«µ§DòÛKq&Úÿ÷Ù–Ÿhÿq²ÛëŸ}óž|i¿yóæz²ÓÅÆ';w³½Ýlû ŒZWÿÙ§#Åõ6V}p¸Ô‡dæ`�KÕŽSbxýåš9Øß\è|ܪæÈá^³”®é‘ÐAÓÈô‘«1Í=ÎyôTc¡.µÔ‰ö sS¹I€2;)c2j`œÈpʎι¹ò“$¾ys&K‰%_a`ÊÜjõYQãB׸šžu³(⻃öÜGž4i‹1Q‹ÖË^‰E»®+w°®|Ê-YôèF,翽ÿžÔ†˜ºgµÓÏHÅ•±ò³©´üøÕûïýûÏ.¯÷ÈYîÉ„ŒR½÷×T¹ô¹ŽÑH¿þÙûïýë‹^Uå.Y÷˳¡nsïDu~5̺xø‹/éqK@¥úÚšö¯È+Úš N´0ü¹É½Ú™ÁxSݧÆEKÆÈ5Ec¶&‰1M´è@6r™M�«ýËGÚ–Kœh×½Ú¯ê5VÊÁ§ï`͵ó?hk0®*‘T‹ßdApjñn¡…ž½O‹ZІjBX¦ñ�ÛÍî‘År%w`Hv岑¹¡ûm¾‰m¦&5÷‹ã!·jì‰m·&{�Ä- I¦Â°ã–v•‡[M•(ŽVÊOsàäk·$n(eR†µ)C×ÝD‰§püÚæÞrüÚæÞrüö4>e¾¶®øà8Û±®H™Ç¯w‹|qŠ?Kz�²3[=DÖ~÷x§‹~Õ~¢ÅEg‘·Édp:$.ë‡ øõ&wÊôÜp:$,k–E”V˜C�âR÷'³ý¶¥©BÐ<à›ÝuiqtM´ð ½œâäÚ”Añ ¯ÐKau)œ€%¯’H£Üó*œ€{67®,drC“‚mÍZHâ™rr¨YËBÈ^ÝF¹€rO+ò�‚TØq2«Ù'RuqZv•m™Š�HˆHn”®”e!Ãœ†ÔE+‡œýÖ3Å‚7nñ°a¾¦‚]Gr+)O”øz;ÏY™wÛ` 6¯Ç±0Põ8ÖãB„[á¢Uã¢E_®¤%½¹´S�û9ɽ|KêB*H鋘Å,>fIöq,T\ï¿@Ú¼xöPmÈg%tÂú¢Mç1�ðÃ[·Âægdv9�&†m…;(}¤Þ@q�nžÜd1çm°uMsŠ¹êf˜Ì€]7¶�-Ú]ëÆæ4-,è’Tv¦ÅA‰,±.n\ãøq«x%€1ÒB8Y]=.: LÝÛâDûht/ d–rà<Ô¾@ËVb²dFŽ^]¤»žÅ¡ ÐÃ%ã7èŠó¯¤Ç�}ç§Æ�¡ÅFZ6Š¥-õ‘Ýä›ó$õàG¡â]¤Žožw¨5r„aº‘ìÇ}‰’f£¤-Þ¼¢…poëP‹‘ö~Ù�â×JšFÍ V^›vߌã׶ tŽ_›”�VÀ ¤OŽÛC¤2SüB×ûŸL´¸T¤‡6˜½i¯Z¤VÔ Ò36)�>“6i£åå ŽA"Ç+U�‹«ó27¸.rë‚ÅÉ,·–pܸ¦CŽ[Z=e¿RØ’ '3©kÌ›äR‹yÂî&½JáVµ€öLjÜÕ•Z”!FsVÒ’ÔJÝÛ&J[úVŹJÎÔZÿ7TNé¿úó´þ£=пIù¼èCn¸#À¹[¯~çÑ·FÔ:–+ Q�‹SÂi£i»¬cª•ûjš2ZóEj!HÁ¦�œ¤`S;J—¿8?—‰+Kºô{Jšƒ�´ä„%G ]»–�[×J\¹q+H7OÜ ¼”/ûƒ‚‹R³°rÅÖ?s¢…ãÆ´øÅpÜäDôÝîûCsª®®Æb¯~7a”Ö�Ž3ÿ’y S7H÷jS ' IÒë©¡ã%˜¨ìI* Lï„óý=x]wÒ¹ I[%äéƒÔW}§h!¦Ø:¤i!®‘†IŠãæ°ð “Üucë Æ•ø¡âf¹_h!â¬;“Q ¹n[Îù\‘RÌ*1¿E‘0•í¥%#ÇSèÁ±‘ÆÄgW´0•-Ñ{’ Þ«a!”•ò/E3Ù©>rã¦v1˜3çltáhSƒ³Êï’*l¿è–Ln‹Å‘ä˵T`Ó´}JáÖ虞åµ[g¶‰‚›åN77׊—© AÀõ¬ÅÉ‘E1ggs ›;÷2¨ÍD®ýiZ¶cPŒ´¸¬w[ätËJ€üÖ•[ÉCÚZ a¤…��`)tÞ»ƒüV`®i!uåfvnÒ¬BÍ PuS¹N˜kZxmnký(Ûß[9qãV?ÅN¾ÒrVÓB€Z÷‹¢l—UûP™=@J°µÞ ¿u¿ØX™¹v¡““YÅ Zo°×Ž7¿gͳ5¿¼ö>jœÌ*”0J¸¯@»öÉñÛÉpº�,¹Ïï=8~ëi]À ŒVuAç4t°ê*PÜK2ÝäcŽ¾¼—*§9’«“äòp0™�_WŒv[oó|av+‡æ1‹ä¸µCx–äN$‘¼µ¦…‡èZXCPØY('!y†�[J‚·€%¦x€•ú¥ÃÞ)ý ” Ìérë4Nžˆ’W¤È)Þ±8cÔA’µ¤ ƒ$‘”²‘$ö\83±X�v¼±hS+óŸh!¸ÚL³!f\Éo‹]Œ´¸8Þ-ãÂXAY"‡ËjXé¥t'Ï´èÉ^:?’âx{—f¢…ýÊ]j+¤…¾×P�´ÿÒö%D�6Ù‘)éJ«5,û²’‹í/g1ÓÜ&'-'Z˜ ¯Û_¤Ýäž^¦¦&ˆA�£.9·ªjjYî•ó”&êz÷�W"›šLÁn½P�‘™D Œ¢ÅiöE¨q�m’±Ißkùâ*ûž‚et,ùš§ï³ÒÛÏÁ¡†¨xÇw“ú|ÇJÅ·v:Ôâ“X„¶|ÜVÏ/«'óÓ¢™³d¾Ÿh[oå.ÂoÎcšío!â|ë-ÌVŽŠý³ÎAõÇC‰ ÒŒ´ÿu',Àˆ[òõžT£”à57˜ñ8åÚû*ÔN¸wù§ìNÞ’Ñ<@ÜÚŸ ô(í´-áÎi«}œ½ å‹Ë,?n“†›[ï€<ÑÂ’…½¼�â!oÊž‰"ik�,¾Ñ_ 4.ÑC®\)JØÈ�Q³Ù·Ó8cZ©ˆ ÅRüVÔ’HÍHôa–ÙÈÂEÿý1F^5Î÷ëê”jú3ÔY(í’µjpÐ ¶ % 6bÒb±¾·w|uö\A9’®ØÔgõq™+¾šoâËa¾Ú´¡G'mµÔÜ`OÃÒÞ€:Ü L†‚¢œ¼Ë½jwUû~ʼ,>7ŽøÅ!CŠä_²^ó±âËçá™Ôœ»ðÌÔ/í?5§Å …´{Í<£yhS{uø:ú¶È¾Þ12³F%©Ÿ”Jßù2?ÁÐ@Ù®G«ïËAÁ1¶užgi}«€Ä�¼>c^·¼þH{/¯?ÒÞÉë33»¡`iñH<ÒBœ*òR´°{ë¦1ÒâûðýVÉH“¦¯�‘ö¬™ž¬Þ‘ö¬™ž·ä¸6µÜó#-S`½ãÖñ£Ó¸–ñf‘ ¾p¤¸f‘ ™Á7cæÆ--æ0Ò¢}ÕÄ÷iq¦¿´u:Òþ_ˆH{�5Åon½„¹qsj<5îžf§¬yO³F!hpëÝC¿ÀõôýæÀbKg·Û5Og·Ûcát#óHÆ“±QA™Þ�<¸E ÊÔºÁ…ñ½L`¤Å·ÛSk„7ÒâÂx£rÂï~}¤…—,¢i¥ ÕˆŠˆ¶Óì!ö€i�:0;®Æ—DòPÁåæ´|w,»³'qú%iF€ð¼ú\¡ÞS¥Ì±)©è¤h¡n[ÝeH’^¦çÖÎQJtïäwî4ë°µfÖ-¼�z/2F÷îfÖ‰ÒeAjó\îS'ßò¢÷ÕÊgÁOp£¼öz/ïÈýnc¸Õ$ð-¨�ÂÌߊáæ*¼õé‹_äI‹Ç‘U]l¬Ç"¼³åäàmOB1§�Ô ëqaŠÏ¶Žà¿Ò•Ûˆ…Èq[ƒT©‡¬—0¢Í´7륒Ãkk~ÌÔbÛ‹#¼"ˆÕ�¦“!¬&H«%Á„j]¹àp�P«$¯>*ÍÅ-üâûåyÑ9ˆ[/cfVŸàYíŸZ½J`ó8Y©Ø”^Á‹éÜÒ»õ áÚ|¿�£S…û̵—^W«Ãð¼WS�<}û`¶:áŠ' X1½ó=c)r+ÝNû¶.Êà8iJÍxQ†�.sHË·™‡áÜ˳ºîCab<�Ã�Íâ«Ÿ¡ ãéö¾:'º€¬¢…Õѱ½Æ©±. ÍŒäeb™³àÖ$�YÄ6÷JTf/“Êï-‘s«hÁ:N¾nk!gÊD¥òÛnÁß.y�´›öŽZ´ˆ¶÷qc63ɧê¹Áä¥ëhŒ±_yó=R¾Þ,2ÃÝØüB‹û©—E¾0œ±Ws36)‰Y-|»ß`ì÷Öå�šÛž¹¥ä+ø pûƒT~ë5e–Í2.´³úSüÖuœÂ¼ ߶·Ú¦r¹“TÛâì *Oý,)뎼¼³îÂiUš³m‘ÛE¥~[{¾¨:³8�g=ÔK&ùìf±1röIù|—;È9˜Å™ƒÐ9øEŠ;÷wΨýOZ¥kwE˜$ß¼YnÝ~ž”¸±_�¡¬$–¶ŠÇeP×Ñ�ê˜Û{lËâÁÀÙ6àL±´·†£Ä²WKŸã#m\hñuñ•23*¿]g°¼Mó°_g°Àùä”oPÞG—eæ´ˆk¥mC¦#G0“îz;½ap&T"mäÜO8�ª�gþ®],qßÜËïÀàŠ¼ ภãö|Ú<÷»ÅÉuQ•£E…Îý.ÿȾžÝ»ŠQì—Þ!k¤Å€>´4#³ßYIn¡ÈižWŠ©KaÇmÏ$S›‹ z§ø…éV»µÔ,³°o׳™Íå–?iqcöþ@%³ þMQËæݾ!b= ý‘‰â¸Ai±‹‘%ˆkƒ_Ä�³•`L_nk»Bª\n)Õ ð¥KýÝ8Jå)/sÃ�ÙÜ27|³{]~8PZ ?%‡zVj~1J7¿¸Å[\<;ü°ïí� 1j“ØJbyÚž-bœ.¹Sm2·iJ8í$žáwͬW�÷K,)±°¸ÊgWª5êÀÀ¾ÃTJdqõ«!RŽepߊG�œ!ØHE®<»#<ˆò�¾Xå9ãÛÁòêWàô²ß{Iï|3"¹|3ëîVðÍìÙ{Nœ™Ø p׃ýî–r+øiO ¾‹¦¢…(Ï´ø*sÔl¤Å ×(í‘”KV§}þ…;>¨ô_—}ƒb_qjª0½ëzän¤…Ø\îiͤ¸š,üâæþÆ!55¹_`IÍì7›gÕÕ{›·E78ís� Ñ䦋š,DÃu3“LÜH‹›½å†©¥P½Œ”¸%fêÞh”0î;‹¦øV7¾ˆš÷W½G–`’T¶ÉÄÙ‹ÝJK¾2KÁÖLó€ï;÷ÄòH“¯r)2q*—ÂrçH~«+a-ļ¾_o§ÆõA)ï$�ï;p�Ìã^?[i�vh€Ûe¦g”µuà7Éíbg}S´§B/0y¿<8Ò’rìj¤Å£ù–â¥dV:<`6A܉\%r}ÙŽgzê˜ÙÙ¥b}#w 'n )_çú³ÒÔܤ“³¢…OP»²Œ‹Óâ½Ð›±ß[ �Ù5bÓsýivÆ_ˆmI[—'ÉS!í,õð”ÌR\øÅP¸7D{¢Ã&h{þ‰;{–4H‹¬�–°ÌBãmk°ŸÑãíõ3f¿ðÒ¡TÑÂa㯊˜�4yñ/1<7Ú¿Äð<¶ Á¬Åw™?Œ¾µ«y¹×JÝ4hÈX¬@p—IÍHa§bä]«‡@Ø(íÜ£’WiÂ^´�ö_ÉBè^§M»¿·÷Áç¹¼ÃÃ.pYƒ¬ýw>€HÚèž?ú¢ßÃ|r]0Ñ‹úõKˆnMhŠ…;˜Š¶ÛU)©eGÎŒ�ìÈYjnܽW�ö§Ê&ZŒp7ÁQ-Î<;‰©�ã6Ü7Ñâgͬ¬á�öQ1…Sö\òôÑé�„²¿R„¯AVÚú+ïJJYýÈÝ%`|{?qý´ö—ÉƘ%°?~(¼¤}V,ÜAÔ'gnV>TKn`‹3”ÜÀg¬¥¹Óí©œþuÞs¸Ó87Üàä± qïï†xc²Ö,‚·m£…!�¯Rz°Î$T¶toe쵟0¯•G- ©°¶GƇ–†$iÕÌÒØŸàzâÒ�éü”¥aKó:©¥!9XŸ¸¥!yÕÍ-J|Œqáªéær®3ø~�—õøÕªµ·¼×ßÁOWoËìq³ë†íÔb�ýª~ˆ*)‘�uœ6Æ&ZÔƒÁù´¨ç0WÆqísTãª*=˜x¬ÈÌ„',U³ÒÕçÏ6¹Z”2h�gìgõDƒ ÈH°ã ìWH ŠòC;Hâw/…;÷êûMÝñÊ«o™GÅÝ]§Þ¦¶ªæ SïZÂყ޵Çä&Ú³á<é³öQiýD‹+v[îD‹oný¢9~ë1¬ùEN�à�å7F¥�“êÞd%Ûr¨ò0*kÏ5Ç�csn)î‹UƒŸ7“Ú 'm)ÂÕ´0ÓQ˯4šÒü¢xž4šÒ<Àq«×jXŒçµgœWÍÀèÝ‘}rÈ=YO*ÙÉk)¤’å1d¤„Ï'ñ{sÀ>¾Þ%ç7±{ºöjXÊ–œ3-j'*½„Ž´¸—pËÍM´0a$ÅéäZ•<^)Ü®$©4¿g©6%ˆ»ûõVN¾1*EŸ”Êî r¤…öPA¥–4çl”‰žè¢.G=7(³œtÑ[¹ÙxZ Ëþ„ô¡ÚHEúPiWW†…æÚLëJ™½ô¬2žä·ú—&sf/=«”uâw“]‹`�´ðr§K»P®,ž%ƒ÷‹§†ŸC*‹×Œëf͵�b�vXåî¬áÖ‡$3Ëm”æaÔõÉ´@ ãÄyy«ƒ\>Ù,:ƒ9ÙêË’‡†ôÈR¤¸þ7,¾´m‹lÏ€'Òó`J^{0e·{ðD{^ LM솤c{ìâìíÀí�w�&Ú;Àí�à‰ö¼ x }JðøU ̱߀'Z\ lÛa4ÒbÌÞ7÷‘éwÕ~°âUúÔƃ™âßÖêzâ-ƒ*Ÿ¥²ŸÖÞ�”áÙnÆÏpnh¾<%ÌܳI#-ŒÄäöâ ÇCiý{&ZÜqÊ.<à‡:eÆH.YÉIù¦#šo›–û\”ÿšP’4”Ú”„`‚¿ûCiIÞvŽ3yë�ÜÚ�hñAq‘&î µI+«‰Þ2^Iþ„‡P~qGf'·Œ—3ì\k“?Ö(.œ--äBiQbÝŽÔb=¯�¦àK{Øåxã‚|[O@Ñ3Ô•þq kë.EéIJc³ãf*ùVM‹Ó§[ƒ¨Ì‘"W5¿ðB¬k]•¨õ%e´IÑB(Ùßædæ[W%Ê’ªÓ2«Ìpæ¶5Ëæä ë–܉ªkpÉm�Ý-„Ô©½ Eí3NÞ7¤íäö~õáêû·™Ò“ÜW,²î¦)Ž¥øŽÍæ_Üv89ÒÂwlz×hÊš�»ÌY�”Æ*ÅÀfÔ®õà¤iÏ43ëÿ–ifv|y7xvàˆÀ¹¤†C>° ˜ÀQ}p"ëÞ6šZ‰’Kž´9 „�Ep§´–÷�½\íâp–$‹Y<Ôúå–@é5�OÂòŒïfŸ0Ï`¼B"'PyÇ´ÌDwLËLô†i¥<ç^o2y¬SÓBL+-À-Ä[¯SeÆÝ_1¢ø5¦uÕçÆ5«þD±r±i&=ðô°nÓÃBn]†Œ´¸´Y$vöÂÑÉ©µ®Î)ÌÅö;¬-ÙQ黾 û+FS»†GFZܺ¹=Äé&õêZJ†{ýð8Áw©pÜ2ªuþY¥‚±ti¸›áHÒÐRy<Òâ”õ:S„ÑåZª/œ¹ÈµTçH~ëV7Ï�ìþ'PÛ¤)B®úEUʤw”–"¾ÔjÛÂ)îv%s¢…9â`[,�Ù#¤ì8;„Ç�<Œ›Ü�1èî%#GðM&y¬³�6 ·»9ÓÒzS«^Ê’5-~;×6ÈØ· ìfÚ3„Mó Ú·v¥s0@㸪95(¸hãâvU’²m'>4¹ê�Ï-FAI°®=.ÆÅ¡EcFZ˜Âî/&QVçb»:Ëñ[Ï%GZ¾teÒ–t§+ÓDk ªWMó åŽ[Q‚nY™IE³óܸR̬iñµÏö’ µR½é�yfEɽOo9™ ºÕþÛO/žû“ÔqÖÞ.eNš¢§ÐsâÏ!]gjòÀ®V‡†Wsò-Dúiõ¼1ˆì¹XJ=;’ÂÀD¿êI‰A¬!vƒ¬Ž[)IÖ1„¯Ò-0“ãÊýRk;e¤pC£¾=by¾ÞŠom“&ZØθ:ÀYÑâvƽb¤…éÌþâŃdXõ¸8¯êÛ¾3Òâ—ŒZc±‰"më[´n¤Eqj©±vJfgåÕNñ ±”-.ƒn�qsóa‘/ìå;ÚiqÉt{n¢ý#ÄŸ†RqôËÔp�ãäia�€d¶9µ¼5D™zn¯ÖpjË¥Á j¹õÈœäž`àÌÁn½Ê˜á×Êû¥…“Ù ÈŽ´š¸Œ‹ï×–…BƺŒ%åIñ»§”GZˆèö”2£éÅ”©‹J9nh�SkH ®–Ô…<†Êê¢?ŒÄ�·Egm•·BʬúEZg]�ôÚÄ�šVùâätPr ãv’©Î“Â/çíÕj› é]ýD±rëñèw`mîž°f´%Ý“½ã,Fz9r¹Ý÷eVºÔ‹[r•I÷ä-‘üÖ•¾)ÁÝ/%�e¤�ÓÁ›RÏ ü—vjäÞãä˜-‹µÜ®šálo¿íË[KjbsÖRÏGZúr7‰\Ûrѯ�ç‚+iáJ¹á¸q¥éñ¹=ùv¯˜‘™