D. Kekalahan dan Kematian
Kekalahan Guan Yu dimulai dari situasi yang tidak menguntungkan di pihaknya. Semua dimulai ketika Cao Cao (Negara Cao Wei, 曹魏) mulai mengajak Sun Quan (Negara Dong Wu, 東吳) untuk beraliansi.
Sun Quan yang sejak lama menginginkan kota Jingzhou (yang dikuasai Guan Yu pada waktu itu) agar kembali dalam wilayah kekuasaannya, setuju dan mengerakkan pasukan untuk merebut Jingzhou.
Guan Yu akhirnya berhasil dijebak dan ditawan, yang kemudian dihukum mati karena menolak untuk menyerah. Karena takut akan pembalasan Liu Bei, Cao Cao mengirimkan kepala Guan Yu ke tempat Cao Cao.
Pada waktu itu, Guan Yu ditangkap bersama Guan Ping, anak tertuanya; dibawa ke tengah perkemahan Sun Quan. Guan Yu hanya tertawa saja ketika akan dibawa dan diadili untuk dihukum mati. Algojo yang akan memanggalnya menjadi ketakutan ketika menatap Guan Yu, dan dia tidak berani untuk melaksanakan eksekusi itu.
Karena tidak ada prajurit biasa yang berani, akhirnya Jenderal Pan Zhang (潘璋) pun maju, dan dengan menggunakan Golok Naga Hijau (senjata Guan Yu) memenggal kepala Guan Yu.
Guan Yu pun gugur pada tahun 219 Masehi, dalam usianya 60 tahun.
Cao Cao yang sejak lama kagum kepada Guan Yu memakamkan kepalanya setelah disambung dengan tubuh yang terbuat dari kayu cendana secara kebesaran dan penuh rasa hormat. Makam Guan Yu terletak di propinsi Henan, kira-kira 7 Km sebelah utara kota Luoyang.
Dari kejauhan, seakan2 terlihat seperti sebuah bukit kecil yang dikelilingi pohon Bai (Cypress) yang hijau, melambangkan semangat Guan Yu yang tidak pernah padam dan abadi sepanjang jaman. Karena sudah ribuan tahun, pepohonan disana sudah menghutan, oleh sebab itu lokasi tersebut dinamakan Guan Lin (关林), atau Hutan Guan.
Sementara batu nisannya sendiri merupakan hadiah dari Kaisar Dinasti Qing (Jia Qing; 1800-an ?), saat makam tersebut dipugar.
Berdekatan dengan Guan Lin, terdapat sebuah kelenteng peringatan untuk mengenang Guan Yu, yang dibangun pada jaman Dinasti Ming. Kelenteng itu merupakan hasil seni bangunan dan seni ukir yang bermutu tinggi, sehingga merupakan objek wisata yang selalu dikunjungi para wisatawan dari dalam negeri dan luar negeri.
Kelenteng peringatan Guan Yu yang lainnya terletak di Jiezhou, propinsi Shanxi. Jiezhou, yang pada jaman San Guo disebut Hedong, adalah kampung halaman (tempat kelahiran) Guan Yu.
Kelenteng itu telah diperluas dan direnovasi beberapa kali, dan memiliki keindahan bangunan dan arsitektur yang mengagumkan, serta merupakan salah satu objek wisata terkenal di Shanxi.
B. Kisah Sumpah Setia 3 Bersaudara di Kebun Buah Persik
Dalam babak pertama dalam novel, diceritakan bagaimana Guan Yu dalam pengembaraannya berjumpa dengan Liu Bei (刘备) dan Zhang Fei (张飞) disebuah kedai arak. Dalam pembicaraan mereka ternyata cocok dan sehati, sehingga memutuskan untuk mengangkat saudara satu sama lain.
Upacara pengangkatan saudara ini, dilaksanakan di rumah Zhang Fei, dalam sebuah kebun buah Tao atau kebun persik. Liu Bei pun menjadi saudara tertua, Guan Yu yang kedua, dan Zhang Fei yang ketiga.
Bersama2 mereka bersumpah sehidup semati dan berjuang untuk membela Negara. Peristiwa ini terkenal dengan nama Tao Yuan Jie Yi (桃园结义), atau ‘Sumpah Persaudaraan Di kebun Persik‘; yang sangat dikagumi oleh orang dari jaman ke jaman, dan dianggap sebagai contoh/lambang persaudaraan sejati!
Lukisan 3 bersaudara yang sedang melaksanakan upacara sumpah angkat saudara ini banyak menjadi objek lukisan, pahatan, dan patung keramik yang sangat disukai orang2 hingga sekarang ini.
Ada banyak cerita tentang Guan Yu yang senantiasa asyik dibicarakan orang Tionghoa, salah sautnya seperti kisah Guan Yu yang hanya berbekal sebilah golok, tanpa bala pasukan, datang memenuhi undangan pesta musuh, karena Negara Shu tidak mau mengembalikan Kota Jingzhou.
Negara Dong Wu (Sun) menyiasati dengan menggelar pesta untuk mengundangnya, lalu berencana menghabisi Guan Yu disana. Guan Yu datang menghadiri pesta itu dengan sebuah perahu kecil beserta puluhan pengikutnya.
Ketika tiba, Ia memandang para menteri dan jenderal Negeri Dong Wu bagai anak kecil, dan dengan kharisma luar biasa, Ia berhasil kembali ke markas dengan selamat.
Baca juga : Lima Jenderal Harimau (Five Tiger Generals)
E. Penghormatan Guan Yu Sebagai Dewa Dalam Taoisme dan Buddhisme
Sebagai Dewa, Kwan Kong dipuja oleh umat Taoisme, Konfusianisme, dan Buddhisme, Kaum Taoist memujanya sebagai Dewa pelindung dari malapetaka peperangan. Kaum Konfusianisme menghormati sebagai Dewa Kesusasteraan; sementara kaum Buddhist memujanya sebagai Hu Fa Qie Lan atau Qie Lan Pelindung Dharma.
Menurut kepercayaan kaum Buddist, setelah Kwan Kong meninggal arwahnya muncul di hadapan Biksu Pu Jing, di kuil Yu Quan Si yang terletak di gunung Yu Quan Shan, propinsi Hubei. Biksu Pu Jing disebutkan pernah menolong Kwan Kong yang akan dicelakai seorang panglima Cao Cao, dalam perjalanannya bergabung dengan pasukan Liu Bei.
Setelah itu, karena takut pembalasan Cao Cao, Biksu Pu Jing menyingkir ke gunung Yu Quan Shan, dan mendirikan Kuil Yu Quan Si. Setelah lebih dari 1000 tahun sejak peristiwa itu, Kwan Kong pun dipuja sebagai Boddistsatwa Pelindung Buddha Dharma.
Penghormatan terhadap Kwan Kong sebagai orang kesatria yang teguh terhadap sumpahnya, tidak goyah akan harta kekuasaan dan kedudukan, serta setia terhadap saudara2 angkatnya, menyebabkan ia memperoleh penghormatan yang tinggi oleh Kaisar-Kaisar pada jaman berikutnya.
Kwan Kong memperoleh gelar yang tidak tangung2. Ia disebut ‘Di’ yang berarti (disetarakan) ‘Maha Raja“. Sejak itu, Ia disebut Guan Di atau Guan Di Ye (Hokkian : Koan Te Ya) yang berarti “Paduka Maha Raja Guan”, sebutan gelar Kedewaan yang sejajar dengan Xuan Tian Shang Di.
Baca juga : Kitab Suci Guan Sheng Di Jun (Guan Gong)
A. Kisah Guan Yu yang Berwajah Merah
Bentuk tubuhnya yang tinggi besar, berjenggot panjang dan berwajah merah kehitaman. Tentang wajahnya yang berwarna merah ini terdapat sebuah cerita tersendiri yang tidak terdapat dalam novel San Guo Yan Yi (三國演義) karangan Luo Guanzhong (羅貫中), seorang sastrawan di jaman Dinasti Ming (1368 – 1644).
Dalam novelnya, Beliau mengambil referensi dari literatur sejarah resmi mengenai jaman Tiga Negara di Tiongkok, dimulai dari penghujung Dinasti Han (202 SM – 220 M), lalu dilanjutkan dengan masa penuh gejolak hingga pecahnya wilayah Tiongkok ke dalam 3 Negara, dan kemudian dipersatukan kembali di bawah Dinasti Jin (266 – 420).
Bertahan selama lebih dari 4 abad, periode Dinasti Han dianggap sebagai jaman keemasan dalam sejarah Tiongkok. Hingga saat ini, kelompok etnis mayoritas Tiongkok menyebut diri mereka sebagai “etnis Han”, dan aksara Tionghoa disebut sebagai “aksara Han”.
Selain dari sejarah resmi, Luo juga mengambil referensi dari cerita rakyat turun temurun yang dituturkan secara lisan di masyarakat pada masa hidupnya, pada abad ke-14.
Diceritakan pada suatu hari dalam pengembaraannya, Guan Yu berjumpa dengan seorang tua yang sedang menangis sedih. Ternyata anak perempuan satu2 nya dengan siapa hidupnya bergantung, dirampas oleh wedana setempat (kepala wilayah administrasi pemerintah, setingkat dibawah kabupaten) untuk dijadikan gundik.
Guan Yu yang berwatak budiman dan tidak suka perbuatan sewenang2 semacam ini, naik darah. Dibunuhnya wedana yang jahat itu, dan sang gadis dikembalikan kepada orang tuanya. Tetapi dengan perbuatan ini menjadikan Guan Yu sekarang menjadi buronan.
Dalam pelariannya, Ia sampai di Dong Guan, Shanxi. Ia lalu membasuh mukanya di sebuah sungai kecil yang terdapat di pergunungan itu.
Seketika rupanya berubah menjadi merah, hingga tidak dapat dikenali lagi. Dengan mudah, Ia menyelip diantara para petugas yang diperintahkan untuk menangkapnya tanpa diketahui. Riwayat Beliau selanjutnya dan sampai akhir hayatnya ditulis dengan sangat indah dalam novel Sam Kok yang terkenal itu.
Baca juga : Inilah Patung Guan Yu Terbaru Yang Dibuat Seberat 1320 Ton
Belanja di App banyak untungnya:
Last Updated on 24 September 2021 by Herman Tan Manado
Guan Gong (Hanzi : 关公, Hokkian : Kwan Kong) adalah seorang Jenderal perang kenamaan yang hidup pada jaman 3 Kerajaan Sam Kok (三國; San Guo), pada rentang tahun 160 – 220 M.
Nama aslinya adalah Guan Yu (关羽), atau Guan Yun Chang (关云长). “Guan” adalah marganya, dan “Gong” berarti tuan, atau gelar kehormatan. Oleh karena itu, Guan Gong berarti “Dewa Guan”.
Beliau juga disebut Guan Sheng Di Jun (關聖帝君), dan oleh Kaisar Han, Beliau diberi gelar Han Shou Ting Hou (漢夀亭侯) yang berarti “Marquis dari Han Shou”.
Beliau dipuja karena kesetiaan dan kejujuran, sebagai lambang/teladan sifat2 ksatria sejati yang selalu menempati janji dan setia pada sumpahnya. Oleh sebab itu, Guan Gong merupakan Dewa yang paling banyak dipuja di kalangan masyarakat. disamping kelenteng2 yang secara khusus memuja-Nya. Lukisan Nya banyak terpasang di rumah pribadi, toko, bank, kantor polisi, pengadilan, sampai di markas organisasi mafia! Dimana para anggota perkumpulan rahasia itu biasanya berkumpul dan melakukan sumpah setia satu sama lain.
Karena itu, Beliau adalah satu2 nya Dewa yang dipuja, baik oleh orang2 golongan hitam maupun orang2 golongan putih.
Di samping dipuja sebagai lambang kesetiaan dan kejujuran, Guan Yu juga dipuja sebagai Dewa Pelindung Perdagangan, Dewa Pelindung Kesusastraan, dan Dewa Pelindung rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan.
Julukan “Dewa Perang” sebagai umumnya dikenal dan dialamatkan kepada Guan Yu, harus diartikan sebagai Dewa yang bertugas untuk menghindarkan peperangan dan segala akibatnya yang menyengsarakan rakyat, sesuai dengan watak-Nya yang budiman. Guan Yu adalah penduduk asli kabupaten Hedong (sekarang kota Yuncheng), Propinsi Shanxi, Tiongkok.
Kebajikan Guan Gong melambangkan Kehormatan, Loyalitas, Integritas, Keadilan, Keberanian, dan Kekuatan, adalah cita2 yang benar2 dapat mempengaruhi kita. Di Negara2 barat, Dewa Guan Gong dikenal “Tao God of War”. Sebutan ini berasal dari fakta bahwa Dewa Guan Gong adalah jenderal militer yang paling terkenal di sepanjang sejarah Tiongkok.
F. Penggambaran dan Visualisasi
Guan Gong umumnya divisualisasikan dengan berpakaian perang lengkap, kadang2 sambil membaca buku, bersama putra angkatnya Guan Ping (關平) yang memegang cap kebesaran, dan Zhou Chang (周仓) pengawalnya yang setia, bertampang hitam brewokan, memegang golok Guandao yang bernama “Naga Hijau Mengejar Rembulan” (靑龍偃月刀; Qing long yanyuedao), senjata andalan-Nya.
Menurut Bab 1 dari Romance of the Three Kingdoms, golok tersebut memiliki berat 82 kati. Selama periode Dinasti Han Timur (25 SM – 220 M) dan Tiga Kerajaan (220 – 280), 1 kati adalah sekitar 220 gram, jadi 82 kati sekitar 18 kilogram.
Dalam pemujaan dikalangan Buddhis, Guan Gong dipuja sendirian tanpa penggiring. Sering juga ditampilkan sebagai Qie Lan Pu Sa (伽蓝菩萨) atau Boddhisatwa Pelindung, bersama Wei Tuo Pu Sa.
Patung2 (arca) Guan Gong umumnya divisualisasikan sebagai seorang yang berusia kebapakan, berjenggot panjang, berwajah coklat gelap, dan bibir merah tua. “Beliau memiliki mata seperti phoenix, dan memiliki alis lebat seperti ulat sutra.p
Hari kebesaran-Nya (hari kelahiran/sejid) diperingati setiap tanggal 24 bulan 6 imlek, sementara tanggal 13 bulan 1 imlek sebagai hari kenaikan-Nya (menjadi Dewa).
Sementara Guan Ping (memperoleh gelar Ling Hou Thi Zi), diperingati setiap tanggal 13 bulan 5 imlek, dan Zhou Chang (Jenderal Zhou), diperingati setiap tanggal 20 bulan 10 imlek.
Seiring dengan mengalirnya para imigran Tionghoa keluar Tiongkok, pemujaan Guan Gong tersebar ke berbagai Negara yang menjadi tempat tinggal para perantau tersebut.
Seperti di Hong Kong, Taiwan, Malaysia, Singapura dan Indonesia, banyak sekali kelenteng yang memuja Dewa Guan Gong. Di Indonesia, kelenteng terbesar yang khusus memuja Kwan Kong dengan wilayah seluas 4 Hektar adalah kelenteng Kwan Sin Bio (Guan Sheng Miao) di Tuban, Jawa Timur.
Di klenteng2 Kuan Kong, biasanya ikut dipuja juga seorang tukang kuda, yang dipanggil Ma She Ye atau Tuan Ma. Ia bertugas merawat kuda tunggangan Kwan Kong yang disebut Chi Tu Ma (Kelinci Merah; Red Rabbit), yang konon dalam sehari bisa menempuh jarak 500 km tanpa merasa lelah.
Karakter dan sifat mulia yang tercermin dari sosok Beliau, bisa menjadi teladan bagi kita semua :
1. Wajib sepenuhnya menghargai Kesetiaan, Berbakti dan Keadilan. 2. Lambang Kehormatan, Loyalitas, Integritas, Keadilan, Keberanian, dan Kekuatan. 3. Patriotis sejati.
4. Menjaga norma susila. 5. Tidak tergiur akan kesenangan/kenikmatan. 6. Tidak silau akan nama dan harta. 7. Mengutamakan kepentingan masyarakat dari pada diri sendiri.
Guan Yu bukan saja telah menjadi sosok yang identik dengan Dewa Besar agama TAO, tetapi Beliau juga adalah penyatu kultur masyarakat Tiongkok di manapun berada, dan menjadi sebuah lambang Kesetiaan, Kejujuran, dan Pengabdian!
IDR 4,490,000 IDR 5,000,000 Diskon 10%
Patung Dewa Kwan Kong merupakan salah satu dewa yang dipuja oleh pengikut agama Budha dan agama Konghucu. 
Kwan Kong atau Guan Yu dikenal sebagai panglima perang yang ahli, hidup di zaman San Guo/Sam Kok dan dipuja karena kejujuran dan kesetiaan.
Patung ini merupakan patung yang berwarna.
Beberapa patung dewa lain yang disediakan oleh Dhamma Manggala antara lain adalah patung Dewi Kwan Im, patung Dewa Ganesha, dan lain-lain.
Beli perlengkapan ibadah Anda hanya di toko perlengkapan ibadah Dhamma Manggala.
Reporter: Asif Ardiansyah |
Editor: asifardiansyah |
PALEMBANG, KORANRADAR.ID -GUANG GONG atau sering disebut Guan Di, yang berarti paduka Guan, adalah seorang panglima perang kenamaan yang hidup pada zaman San Guo/Sam Kok (221 – 269 Masehi). Nama aslinya adalah Guan Yu alias Guan Yun Chan (Kwan In Tiang – Hokkian). Oleh kaisar Han ia diberi gelar Han Shou Ting Hou. Kwan Kong dipuja karena kejujuran dan kesetiaan. Dia adalah lambang atau tauladan kesatria sejati yang selalu menempati janji dan setia pada sumpahnya.
Sebab itu Kwan Kong banyak dipuja dikalangan masyarakat, disamping kelenteng-kelenteng khusus. Gambarnya banyak dipasang dirumah pribadi, toko, bank, kantor polisi, pengadilan sampai ke markas organisasi mafia. Para anggota perkumpulan rahasia itu biasanya melakukan sumpah sejati dihadapan lukisan/patung Kwan Kong.
Di samping dipuja sebagai lambang kesetiaan dan kejujuran, Kwan Kong juga dipuja sebagai Dewa Pelindung Perdagangan, Dewa Pelindung Kesusastraan dan Dewa Pelindung rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan. Julukan Dewa Perang sebagai umumnya dikenal dan dialamatkan kepada Kwan Kong, harus diartikan sebagai Dewa untuk menghindarkan peperangan dan segala akibatnya yang menyengsarakan rakyat, sesuai dengan watak Kwan Kong yang budiman. Kwan Kong adalah penduduk asli kabupaten Hedong (sekarang Jiezhou) di propinsi Shanxi.
Bentuk tubuhnya tinggi besar, berjenggot panjang dan berwajah merah. Tentang wajahnya yang berwarna merah ini adalah sebuah cerita tersendiri yang tidak terdapat dalam novel San Guo (kisah tiga negeri). Suatu hari dalam pengembaraannya, Kwan Kong berjumpa dengan seorang tua yang sedang menangis sedih.
Ternyata anak perempuan satu-satunya dengan siapa hidupnya bergantung, dirampas oleh wedana setempat (kepala wilayah administrasi pemerintah, setingkat dibawah kabupaten) untuk dijadikan gundik. Kwan Kong, yang berwatak budiman dan tidak suka sewenang-wenang semacam ini, naik darah. Dibunuhnya wedana yang jahat itu dan sang gadis dikembalikan kepada orang tuanya.
Tetapi dengan perbuatan ini Kwan Kong sekarang menjadi buronan. Dalam pelariannya itu Ia sampai dicela DongGuan di propinsi Shanxi. Ia lalu membasuh mukanya di sebuah sendang (sungai) kecil yang terdapat di pergunungan itu. Seketika rupanya berubah menjadi merah, sehingga tidak dapat dikenali lagi. Dengan mudah Ia menyelip diantara para petugas yang diperintahkan untuk menangkapnya tanpa diketahui. Riwayat Kwan Kong selanjutnya dan sampai akhir hayatnya ditulis dengan sangat indah dalam novel San Guo yang terkenal itu.
Dalam babak pertama dalam novel tersebut diceritakan bagaimana Kwan Kong dalam pengembaraannya berjumpa dengan Liu Bei dan Zhang Fei disebuah kedai arak. Dalam pembicaraan mereka ternyata cocok dan sehati, sehingga memutuskan untuk mengangkat saudara. Upacara pengangkatan saudara ini, dilaksanakan di rumah Zhang Fei dalam sebuah kebun buah Tao atau kebun persik.
Liu Bei menjadi saudara tertua, Kwan Kong yang kedua dan Zhang Fei yang ketiga. Bersama-sama mereka bersumpah sehidup semati dan berjuang untuk membela negara. Peristiwa ini terkenal dengan nama “ Tao-Yuan-Jie-Yi ” (Tho Wan Kiat Gie–Hokkian) atau “Sumpah Persaudaraan Di kebun Persik”, sangat dikagumi oleh orang dari zaman ke zaman dan dianggap sebagai lambang persaudaraan sejati.
Lukisan tiga bersaudara yang sedang melaksanakan upacara sumpah angkat saudara ini banyak menjadi objek lukisan, pahatan, patung keramik yang sangat disukai orang hingga sekarang ini. Ada banyak cerita tentang Kwan Kong yang senantiasa asyik dibicarakan orang Tionghoa, seperti kisah Kwan Kong berbekal sebilah golok tanpa bala pasukan menghadiri pesta musuh, karena Negara Shu tidak mau mengembalikan Kota Jinzhou.
Negara Dong Wu menyiasati dengan menggelar pesta untuk mengundangnya, lalu menghabisi Kwan Kong di dalam pesta. Kwan Kong datang menghadiri pesta itu dengan sebuah perahu kecil beserta puluhan pengikutnya, ia memandang para menteri dan jenderal Negeri Dong Wu bagai anak kecil, dengan kharisma luar biasa ia berhasil kembali ke markas dengan selamat.
Kisah lainnya tentang perawatan luka dengan menyekrap tulang. Tatkala itu, ia berperang melawan pasukan Negara Wei, Kwan Kong terluka oleh panah beracun. Tabib Hua Tuo menyembuhkan luka beracun Kwan Kong dengan cara menyekrap tulang. Hua Tuo menggunakan pisau untuk menyekrap racun yang sudah merasuk ke tulang, hingga mengeluarkan bunyi. Kwan Kong bergeming makan dan minum sambil bermain catur dengan muka senyum, sama sekali tidak tersirat wajah menahan sakit. Tabib sakti Hua Tuo memuji Kwan Kong dengan berkata:
“Jenderal benar-benar seorang Dewa langit.” Kekalahan Kwan Kong dimulai dari situasi yang tak menguntungkan dipihaknya. Cao Cao mulai mengajak Sun Quan untuk berserikat. Sun Quan yang sejak lama menginginkan kota JingZhou (yang dikuasai Kwan Kong pada waktu itu) agar kembali kedalam wilayah kekuasaannya, setuju dan mengerakan pasukan merebut JingZhou.
Kwan Kong akhirnya berhasil dijebak dan ditawan, yang kemudian dihukum mati karena menolak untuk menyerah. Karena takut akan pembalasan Liu Bei, Sun Quan mengirimkan kepala Kwan Kong ke tempat Cao Cao. Kwan Kong gugur pada tahun 219 Masehi dalam usia 60 tahun.
Cao Cao yang sejak lama kagum kepada Kwan Kong, memakamkan kepalanya setelah disambung dengan tubuh dari kayu cendana secara kebesaran. Kuburan Kwan Kong terletak di propinsi Henan kira-kira 7 km sebelah utara kota Louyang. Pemandangan di situ sangat indah, sedangkan bangunan kuburannya sangat megah seakan-akan sebuah bukit kecil dari kejauhan. Sekeliling bangunan itu ditanami pohon Bai (Cypress) yang selalu hijau, melambangkan semangat Kwan Kong yang tidak pernah padam dan abadi dari jaman ke jaman. Pohon-pohon itu kini sudah menghutan dan ratusan tahun umurnya, sebab itu tempat tersebut dinamakan Guan Lin atau Hutan Guang Gong. Batu nisannya adalah hadiah dari kaisar dinasti Qing, dimana makam itu telah dipugar kembali.
Reporter: asifardiansyah |
Editor: asifardiansyah |
JAKARTA, KORANRADAR.ID - Guang Gong atau sering disebut Guan Di, yang berarti paduka Guan, adalah seorang panglima perang kenamaan yang hidup pada zaman San Guo/Sam Kok (221 – 269 Masehi). Nama aslinya adalah Guan Yu alias Guan Yun Chan (Kwan In Tiang – Hokkian). Oleh kaisar Han ia diberi gelar Han Shou Ting Hou. Kwan Kong dipuja karena kejujuran dan kesetiaan. Dia adalah lambang atau tauladan kesatria sejati yang selalu menempati janji dan setia pada sumpahnya.
Sebab itu Kwan Kong banyak dipuja dikalangan masyarakat, disamping kelenteng-kelenteng khusus. Gambarnya banyak dipasang dirumah pribadi, toko, bank, kantor polisi, pengadilan sampai ke markas organisasi mafia. Para anggota perkumpulan rahasia itu biasanya melakukan sumpah sejati dihadapan lukisan/patung Kwan Kong.
Di samping dipuja sebagai lambang kesetiaan dan kejujuran, Kwan Kong juga dipuja sebagai Dewa Pelindung Perdagangan, Dewa Pelindung Kesusastraan dan Dewa Pelindung rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan. Julukan Dewa Perang sebagai umumnya dikenal dan dialamatkan kepada Kwan Kong, harus diartikan sebagai Dewa untuk menghindarkan peperangan dan segala akibatnya yang menyengsarakan rakyat, sesuai dengan watak Kwan Kong yang budiman. Kwan Kong adalah penduduk asli kabupaten Hedong (sekarang Jiezhou) di propinsi Shanxi.
Bentuk tubuhnya tinggi besar, berjenggot panjang dan berwajah merah. Tentang wajahnya yang berwarna merah ini adalah sebuah cerita tersendiri yang tidak terdapat dalam novel San Guo (kisah tiga negeri). Suatu hari dalam pengembaraannya, Kwan Kong berjumpa dengan seorang tua yang sedang menangis sedih.
Ternyata anak perempuan satu-satunya dengan siapa hidupnya bergantung, dirampas oleh wedana setempat (kepala wilayah administrasi pemerintah, setingkat dibawah kabupaten) untuk dijadikan gundik. Kwan Kong, yang berwatak budiman dan tidak suka sewenang-wenang semacam ini, naik darah. Dibunuhnya wedana yang jahat itu dan sang gadis dikembalikan kepada orang tuanya.
Tetapi dengan perbuatan ini Kwan Kong sekarang menjadi buronan. Dalam pelariannya itu Ia sampai dicela DongGuan di propinsi Shanxi. Ia lalu membasuh mukanya di sebuah sendang (sungai) kecil yang terdapat di pergunungan itu. Seketika rupanya berubah menjadi merah, sehingga tidak dapat dikenali lagi. Dengan mudah Ia menyelip diantara para petugas yang diperintahkan untuk menangkapnya tanpa diketahui. Riwayat Kwan Kong selanjutnya dan sampai akhir hayatnya ditulis dengan sangat indah dalam novel San Guo yang terkenal itu.
Dalam babak pertama dalam novel tersebut diceritakan bagaimana Kwan Kong dalam pengembaraannya berjumpa dengan Liu Bei dan Zhang Fei disebuah kedai arak. Dalam pembicaraan mereka ternyata cocok dan sehati, sehingga memutuskan untuk mengangkat saudara. Upacara pengangkatan saudara ini, dilaksanakan di rumah Zhang Fei dalam sebuah kebun buah Tao atau kebun persik.
Liu Bei menjadi saudara tertua, Kwan Kong yang kedua dan Zhang Fei yang ketiga. Bersama-sama mereka bersumpah sehidup semati dan berjuang untuk membela negara. Peristiwa ini terkenal dengan nama “ Tao-Yuan-Jie-Yi ” (Tho Wan Kiat Gie–Hokkian) atau “Sumpah Persaudaraan Di kebun Persik”, sangat dikagumi oleh orang dari zaman ke zaman dan dianggap sebagai lambang persaudaraan sejati.
Lukisan tiga bersaudara yang sedang melaksanakan upacara sumpah angkat saudara ini banyak menjadi objek lukisan, pahatan, patung keramik yang sangat disukai orang hingga sekarang ini. Ada banyak cerita tentang Kwan Kong yang senantiasa asyik dibicarakan orang Tionghoa, seperti kisah Kwan Kong berbekal sebilah golok tanpa bala pasukan menghadiri pesta musuh, karena Negara Shu tidak mau mengembalikan Kota Jinzhou.
Negara Dong Wu menyiasati dengan menggelar pesta untuk mengundangnya, lalu menghabisi Kwan Kong di dalam pesta. Kwan Kong datang menghadiri pesta itu dengan sebuah perahu kecil beserta puluhan pengikutnya, ia memandang para menteri dan jenderal Negeri Dong Wu bagai anak kecil, dengan kharisma luar biasa ia berhasil kembali ke markas dengan selamat.
Kisah lainnya tentang perawatan luka dengan menyekrap tulang. Tatkala itu, ia berperang melawan pasukan Negara Wei, Kwan Kong terluka oleh panah beracun. Tabib Hua Tuo menyembuhkan luka beracun Kwan Kong dengan cara menyekrap tulang. Hua Tuo menggunakan pisau untuk menyekrap racun yang sudah merasuk ke tulang, hingga mengeluarkan bunyi. Kwan Kong bergeming makan dan minum sambil bermain catur dengan muka senyum, sama sekali tidak tersirat wajah menahan sakit. Tabib sakti Hua Tuo memuji Kwan Kong dengan berkata:
“Jenderal benar-benar seorang Dewa langit.” Kekalahan Kwan Kong dimulai dari situasi yang tak menguntungkan dipihaknya. Cao Cao mulai mengajak Sun Quan untuk berserikat. Sun Quan yang sejak lama menginginkan kota JingZhou (yang dikuasai Kwan Kong pada waktu itu) agar kembali kedalam wilayah kekuasaannya, setuju dan mengerakan pasukan merebut JingZhou.
Kwan Kong akhirnya berhasil dijebak dan ditawan, yang kemudian dihukum mati karena menolak untuk menyerah. Karena takut akan pembalasan Liu Bei, Sun Quan mengirimkan kepala Kwan Kong ke tempat Cao Cao. Kwan Kong gugur pada tahun 219 Masehi dalam usia 60 tahun.
Cao Cao yang sejak lama kagum kepada Kwan Kong, memakamkan kepalanya setelah disambung dengan tubuh dari kayu cendana secara kebesaran. Kuburan Kwan Kong terletak di propinsi Henan kira-kira 7 km sebelah utara kota Louyang. Pemandangan di situ sangat indah, sedangkan bangunan kuburannya sangat megah seakan-akan sebuah bukit kecil dari kejauhan. Sekeliling bangunan itu ditanami pohon Bai (Cypress) yang selalu hijau, melambangkan semangat Kwan Kong yang tidak pernah padam dan abadi dari jaman ke jaman. Pohon-pohon itu kini sudah menghutan dan ratusan tahun umurnya, sebab itu tempat tersebut dinamakan Guan Lin atau Hutan Guang Gong. Batu nisannya adalah hadiah dari kaisar dinasti Qing, dimana makam itu telah dipugar kembali.
Belanja di App banyak untungnya:
TRIBUNMANADO.CO.ID - Bagi masyarakat Tionghoa, tak asing dengan nama Dewa Kwan Kong.
Dewa Kwan Kong merupakan perlambang jiwa kesatria.
Keberadaannya berwujud harapan agar masyarakat senantiasa mengingat dan melakoni sikap jujur dan setia Sang Panglima semasa hidupnya
Dewa Kwan Kong, panglima perang yang hidup mengarungi tiga zaman kerajaan China dari tahun 160 hingga 220 Masehi.
Guan Yu adalah seorang jenderal terkenal dari Zaman Tiga Negara.
Baca juga: Berita Cap Go Meh di Manado: Tangsin Pesiar Klenteng, Kabasaran Kawal Barisan, Istilah Encek Pia
Guan Yu dikenal juga sebagai Kwan Kong, Guan Gong, atau Kwan Ie, dilahirkan di kabupaten Jie, wilayah Hedong, ia bernama lengkap Guan Yunchang atau Kwan Yintiang.
Guan Yu yang merupakan penduduk asli dari kabupaten Hedong (sekarang lebih dikenal sebagai Kota Yuncheng), Propinsi Shanxi, Tiongkok ini merupakan panglima perang yang hidup pada masa 3 kerajaan (Sam Kok).
Ia juga memiliki gelar Han Shou Ting Hou oleh Kaisar Han yang memiliki arti ‘Marquis dari Han Shou’.
Guan Yu merupakan lambang dari sosok kesatria sejati.
Ia selalu menepati janji serta sumpahnya, sehingga ia sangat dipuja akan kesetiaan serta kejujuran yang ia miliki.
Selain itu, ia juga merupakan sosok yang dipuja sebagai Dewa Pelindung Perdagangan, Dewa Pelindung Kesusastraan, dan Dewa Pelindung Rakyat dari adanya malapetaka peperangan yang mengerikan.
Guan Yu yang dijuluki sebagai Dewa Perang memiliki makna bahwa ia adalah Dewa yang dapat menghindarkan dari peperangan serta segala akibat dari perang yang membuat masyarakat menjadi sengsara.
C. Kisah Guan Yu Yang Terluka dan Diobati Tabib Hua Tuo
Kisah lainnya tentang perawatan luka dengan menyekrap tulang. Tatkala itu, ia berperang melawan pasukan Negara Wei (Ca0 Cao), Guan Yu terluka oleh panah beracun. Tabib Hua Tuo (華佗) menyembuhkan luka beracun tersebut dengan cara menyekrap tulang.
Hua Tuo pun menggunakan pisau untuk menyekrap racun yang sudah merasuk ke tulang, hingga mengeluarkan bunyi. Guan Yu tidak bergeming, dan terus makan dan minum sambil bermain catur dengan muka senyum; sama sekali tidak tersirat wajah yang menahan sakit.
Tabib sakti Hua Tuo memuji Beliau dengan berkata : “Jenderal benar2 seorang Dewa yang datang dari langit.”
Baca juga : Tabib Hua Tuo; Dewa Pengobatan
“读好书,说好话,行好事,做好人” (關公语)
Dú hǎo shū, shuō hǎohuà, xíng hǎoshì, zuò hǎorén – Guān Gōng yǔ
Artinya kira2 : “Membaca buku-buku yang bagus, Berbicara hal yang baik, Melakukan perbuatan yang benar, Jadilah orang yang baik” – kata Kwan Kong.
Baca juga : Kematian Guan Yu (story)