Bung Moktar Radin Casino

Our Most Popular Tour:

This venue isn't merely about what happens on the pitch; the stadium complex is an expansive blend of open spaces, smaller sporting venues, and the striking cauldron that contributes to Jakarta's iconic skyline. Whether it's football, track and field, or concerts, GBK Stadium has been the stage for countless unforgettable moments in Indonesian history.

What is Gelora Bung Karno Stadium?

Gelora Bung Karno Stadium, commonly referred to as GBK Stadium, is more than just a sports arena; it's a historical landmark and a symbol of pride for us here in Jakarta. Nestled in the heart of Indonesia's capital, this colossal structure has been a witness to both sporting prowess and monumental events. The name itself pays homage to Sukarno, Indonesia's first president, who envisioned the venue as a beacon of nationalist spirit.

Our Top Trending Indonesia Tours:

And for the culturally curious, there's often a schedule of events that take advantage of the stadium's vast open space – from food festivals to exhibitions. Just the sheer variety of activities that GBK Stadium supports is a testament to its integral role within the fabric of Jakarta's community life. So, why not come by and see for yourself the charisma this grand structure exudes? It's not just about the games; it's about the heartbeat of a nation.

[html] Pragmatisme merupakan sifat atau ciri seseorang yang cenderung berfikir praktis, sempit dan instant. Orang yang mempunyai sifat pragmatis ini menginginkan segala sesuatu yang dikerjakan atau yang diharapkan ingin segera tercapai tanpa mau berfikir panjang dan tanpa melalui proses yang lama. Sehingga kadang hasilnya itu meleset dari tujuan awal.

Biasanya sifat ini identik dengan orang yang kurang penyabar dan ambisius. Orang yang ambisius ini selalu melakukan sesuatu atau melakukan perubahan secara cepat. Sehingga tidak heran kalau orang seperti ini mempunyai keinginan yang keras dan tidak mau dikalahkan oleh orang lain. Tapi, sifat ambisius ini cenderung bersifat ke hal yang negatif, mereka melakukan segala macam cara untuk mencapai keinginannya.

Salah satu contoh kecil pragmatisme mahasiswa yang terjadi di universitas adalah ketidakjujuran akademik. Permasalahan ini merupakan permasalahan yang sangat klasik yang terjadi dalam dunia pendidikan. Misalnya dalam menempuh ujian, banyak sekali mahasiswa yang berlaku curang dalam dalam ujian seperti membuat contekan-contekan, mereka menulis ringkasan pelajaran dalam kertas-kertas kecil.

Apalagi dengan kecanggihan tekhnologi sekarang ini, mahasiswa dengan mudahnya mengakses segala macam informasi yang mereka inginkan dari internet. Dengan membawa sebuah hand phone yang disertai dengan kecanggihan dalam mengakses informasi. Sehingga mereka dengan mudahnya mendapatkan jawaban yang diinginkan tanpa berfikir secara panjang. Hal itu mereka lakukan untuk mendapatkan nilai semaksimal mungkin, minimal tidak D.

Kepraktisan inilah yang menghambat pemikiran mahasiswa untuk mengeksplorasi pemikirannya. Sehingga mereka tidak lagi berfikiran secara kritis ketika menghadapi sebuah masalah. Dunia pendidikan tidak membenarkan hal tersebut tapi hal tersebut sudah mengakar dalam diri mahasiswa.

Sekalipun mahasiswa tersebut sangat pandai pasti sekali atau dua kali tentunya pernah menyontek. Hal ini pernah diutarakan oleh seorang aktivis ketika mengkampanyekan “Anti Korupsi Dimulai Dari Diri Sendiri”. Beliau merupakan salah satu mahasiswa yang tergolong sangat pandai dikalangan universitasnya. Beliau saja sudah mengaku kalau pernah melakukan korupsi dalam ujian, yaitu menyontek. Sehingga tidak dapat dipungkiri kalau dalam jiwa setiap mahasiswa pastinya terdapat sifat pragmatis meskipun presentasinya kecil maupun besar karena pribadi orang itu berbeda-beda.

Sebenarnya pengawasan dosen penguji ketika ujian seakan tidak cukup mengamati lipatan-lipatan kertas yang sengaja di buat oleh mahasiswa untuk meraih nilai maksimal. Mengkopi sumber-sumber dari buku maupun internet merupakan hal yang sudah biasa dilakukan mahasiswa sekarang ini. Sehingga hal tersebut dapat mengurangi kekritisan pemikiran mahasiswa dalam mengeksplorasi masalah yang dihapinya.

Seperti yang diungkapkan oleh Hendra Sugiantoro Universitas Karangmalang Yogyakarta bahwa minimnya perilaku ilmiah tetap tidak bisa digeneralisir pada keseluruhhan mahasiswa. Masih terdapat mahasiswa yang memiliki kesadaran moral organis, sehingga tidak berfikir pragmatis dalam mengumpulkan pundi-pundi prestasi akademiknya. Meskipun demikian, adanya pseudo mahasiswa tidak bisa diingkari dan terkesan bagga mengenakan topengnya. Lebih parah lagi, mahasiswa bertopeng menyelesaikan tugas akhir atau skripsinya melalui “the invisible hand’.

Kondisi mahasiswa yang jauh dari etika akademik ini tidak bisa dilepaskan dari factor eksternal tuntutan indeks prestasi tinggi. Lagi-lagi pengukuran hasil belajar secara kuantitatif tetap menarik untuk diperdebatkan. Mahasiswa mengikuti perkuliahan hanya untuk mengejar nilai minimal tidak D, bahkan mengumpulkan tugas-tugas kuliah asal tepat waktu. Tidak dibantah dan mahasiswa berfikir sama bahwa dosen tidak mungkin memeriksa keseluruhan tugas mahasiswa, akibat kesibukannya yang padat.

Mahasiswa memang mendapatkan nilai untuk tidak mengulang di semester depan, tetapi terdapat kemungkinan menihilkan proses ilmiah, seperti membaca literatur, mengakses informasi dan memahami materi kuliah secara komprehensif.

Disamping itu, mahasiswa juga memiliki "guru virtual". Dalam leksikon Jawa, kata guru diakronimkan dengan ungkapan "digugu lan ditiru". Saat ini televisi relatif dijadikan guru maya mahasiswa.

Hampir minim tayangan televisi yang menengahkan aspek-aspek ilmiah serta menyuguhkan etos belajar dan perjuangan di bangku pendidikan formal. Mahasiswa relatif meniru dan mengikuti pesan dari guru virtualnya yang tak terbantahka memiliki daya pengaruh luar biasa.

Fenomena pragmatisme mahasiswa ini, akhirnya justru membuka peluang bagi tumbuhnya jasa penyusunan skripsi. Mendapatkan rupiah melalui lahan ini cukup prospektif sambil terus meninabobokan budaya instan mahasiswa. Namun, adanya bisnis tersebut justru makin merunyamkan dunia Perguruan Tinggi yang telah tercoreng dengan kebijakan biaya mahalnya.

Diperlukan tindakan tegas untuk memperkarakan secara hukum tukang jasa skripsi agar kredibilitas Perguruan Tinggi dalam mencetak lulusan tetap terjaga. Upaya menghadirkan etika akademik hendaknya terus dilakukan untuk melahirkan lulusan mahasiwa yang memiliki kompetensi ideal. Mahasiswa yang menguasai konsep dan pengetahuan secara luas dan mendalam terkait program studinya serta memiliki akuntabilitas untuk manampilkan unjuk kerja secara profesional di tanah publik. [/html]

Data yang kami terima akan masuk dalam database kami. Bilamana sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan, akan akan dihubungi melalui email maupun telepon.

Things to Do & See at Gelora Bung Karno Stadium

When you step into Gelora Bung Karno Stadium, the first thing that strikes you is its massive scale. Imagine the history that has filled these seats, from soccer legends striking goals to concerts that have brought the nation together. But there's more here than the field and the stands. Surrounding the main stadium is a complex with facilities for badminton, basketball, aquatics, and more, all open to the public.

A stroll around the stadium will also reveal various monuments and statues that commemorate moments in Indonesia's sporting history. The stadium complex is also home to a beautifully maintained park, making it a pleasant spot for an evening jog or a family outing. But let's not forget, watching a live match here is an experience unto itself – the fervor of the local supporters is infectious, and the roar of the crowd is something you won't soon forget.

Deskripsi : Buku ini menceritakan tentang karakteristik kesamaan kepemimpinan beda zaman antara Presiden Sukarno dan Presiden Joko Widodo. Soekarno dikenal sebagai Bapak Proklamator Republik Indonesia dan Presiden Pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia periode 1945—1967. Ir. H. Joko Widodo adalah Presiden ke-7 Republik Indonesia yang mulai menjabat sejak 20 Oktober 2014. Kesamaan diantara keduanya adalah sama sama menunjukkan gaya pemimpin besar yang dekat dengan rakyat, turun ke sawah tanpa canggung. Disisi lain juga seorang pemimpin yang dicintai rakyat. Sejarah mengulang dirinya sendiri. Eddi Elison, penulis senior yang merasakan langsung kepemimpinan tujuh Presiden Republik Indonesia dan berinteraksi dengan mereka semua, melihat dan merasakan fenomena pengulangan ini dalam sosok Soekarno dan Joko Widodo. Presiden pertama dan ke-7 Indonesia ini dilihatnya punya banyak kemiripan; mulai dari latar belakang keluarga, perilaku, gaya hidup, prinsip, visi, dan gaya kepemimpinan. Hanya saja penerapannya sedikit berbeda, sebab Bung Karno dan Jokowi hidup di dua masa yang iklim sosial-politik-ekonominya jauh berbeda. Kemiripan-kemiripan itu disajikan dengan tulisan bergaya ringan, tapi komplit dengan data dan observasi empiris. Seolah kita diajak melihat ada "dua pemimpin kembar" yang mengemban tanggung jawab di zaman yang berbeda. Selamat membaca! Informasi lainnya : Judul : Buku Bung Karno & Jokowi Deskripsi fisik : 150 halaman Weight : 0.25 kg ISBN : 9786027926455 Pengarang : Eddi Elison Penerbitan :Tangerang : Ilman Real, 2018 Bahasa : Indonesia Bentuk Karya : Non Fiksi Status : Aktif

Deskripsi : Buku ini menceritakan tentang karakteristik kesamaan kepemimpinan beda zaman antara Presiden Sukarno dan Presiden Joko Widodo. Soekarno dikenal sebagai Bapak Proklamator Republik Indonesia dan Presiden Pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia periode 1945—1967. Ir. H. Joko Widodo adalah Presiden ke-7 Republik Indonesia yang mulai menjabat sejak 20 Oktober 2014. Kesamaan diantara keduanya adalah sama sama menunjukkan gaya pemimpin besar yang dekat dengan rakyat, turun ke sawah tanpa canggung. Disisi lain juga seorang pemimpin yang dicintai rakyat. Sejarah mengulang dirinya sendiri. Eddi Elison, penulis senior yang merasakan langsung kepemimpinan tujuh Presiden Republik Indonesia dan berinteraksi dengan mereka semua, melihat dan merasakan fenomena pengulangan ini dalam sosok Soekarno dan Joko Widodo. Presiden pertama dan ke-7 Indonesia ini dilihatnya punya banyak kemiripan; mulai dari latar belakang keluarga, perilaku, gaya hidup, prinsip, visi, dan gaya kepemimpinan. Hanya saja penerapannya sedikit berbeda, sebab Bung Karno dan Jokowi hidup di dua masa yang iklim sosial-politik-ekonominya jauh berbeda. Kemiripan-kemiripan itu disajikan dengan tulisan bergaya ringan, tapi komplit dengan data dan observasi empiris. Seolah kita diajak melihat ada "dua pemimpin kembar" yang mengemban tanggung jawab di zaman yang berbeda. Selamat membaca! Informasi lainnya : Judul : Buku Bung Karno & Jokowi Deskripsi fisik : 150 halaman Weight : 0.25 kg ISBN : 9786027926455 Pengarang : Eddi Elison Penerbitan :Tangerang : Ilman Real, 2018 Bahasa : Indonesia Bentuk Karya : Non Fiksi Status : Aktif

Kawasan Gelora Bung Karno terdiri dari berbagai fasilitas untuk kegiatan olahraga yang nyaman, seperti Stadion Utama Gelora Bung Karno, Stadion Akuatik, Istora Gelora Bung Karno, Stadion Tenis Indoor, Pusat Tenis Luar Ruangan (Stadion Centre Court), Stadion Madya, Lapangan Pelatihan Sepak Bola ABC, Lapangan Panahan, Stadion Basket, Lapangan Hoki, Lapangan Bola-Softball, Balai Sidang Multifungsi, Masjid Al-Bina, dan Menara GBK.

Selain itu, terdapat penataan-penataan GBK lainnya seperti dibangunnya plaza, air mancur, hingga pedestrian. Hal ini ditujukan untuk membuat masyarakat yang mengujungi dan menggunakan kompleks GBK nyaman dan aman. Terlebih kompleks GBK juga tidak hanya dipakai untuk kompetisi olahraga saja, namun juga terbuka untuk masyarakat yang ingin berlari, bersepeda, hingga melakukan senam khususnya saat akhir pekan.

Pemerintah menegaskan sejarah dan gelar pahlawan nasional Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Ir. Soekarno atau Bung Karno. Dalam keterangannya terkait Hari Pahlawan tahun 2022, Senin (07/11/2022), di Istana Merdeka, Jakarta, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa Bung Karno tidak pernah mengkhianati bangsa dan telah memenuhi syarat penganugerahan gelar kepahlawanan.

“Tahun 1986 pemerintah telah menganugerahkan pahlawan proklamator kepada Ir. Soekarno, dan di tahun 2012 pemerintah telah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada almarhum Ir. Soekarno. Artinya, Ir. Soekarno telah dinyatakan memenuhi syarat setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara yang merupakan syarat penganugerahan gelar kepahlawanan,” ujar Presiden Jokowi.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden juga menegaskan kembali sejarah kepahlawanan Bung Karno, terutama terkait Ketetapan MPRS Nomor 33/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Negara dari Presiden Soekarno. Menurut Presiden, Ketetapan MPR Nomor 1/MPR/2003 telah menyatakan bahwa TAP MPRS Nomor 33/MPRS/1967 sebagai kelompok ketetapan MPRS yang dinyatakan tidak berlaku lagi dan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final telah dicabut, maupun telah dilaksanakan.

“Hal ini merupakan bukti pengakuan dan penghormatan negara atas kesetiaan dan jasa-jasa Bung Karno terhadap bangsa dan negara, baik sebagai pejuang dan proklamator kemerdekaan, maupun sebagai Kepala Negara di saat bangsa Indonesia sedang berjuang membangun persatuan dan kedaulatan negara,” jelasnya.

Sementara itu, Guntur Soekarnoputra, putra Bung Karno yang mewakili keluarga, mengucapkan terima kasih atas pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Jokowi tersebut. Menurutnya, meskipun Bung Karno telah dianugerahi gelar pahlawan nasional, namun hingga saat ini masih terjadi proses de-soekarnoisasi yang berupaya memperkecil peranan dan kehadiran Bung Karno.

“Saya rasa dengan adanya penegasan dari Bapak Presiden yang tadi, proses de-soekarnoisasi jilid dua ini sedikit banyak bisa kita redam dan sedikit banyak dapat kita lawan dengan lebih kuat,” ujar Guntur.

Lebih lanjut, Guntur menilai bahwa pernyataan Presiden Jokowi juga merupakan penegasan mengenai sosok Bung Karno yang bersih dan tidak patut dituduh terlibat G30S/PKI. Bung Karno, lanjutnya, justru merupakan seorang patriot sejati.

“Di sini ditegaskan lagi dengan adanya penjelasan dari Bapak Presiden tadi, jelas Soekarno bukan PKI dan Soekarno bukan komunis. Soekarno tetap seorang nasionalis sejati, seorang patriot paripurna,” tandasnya. (FID/UN)

Why is Gelora Bung Karno Stadium Important?

The importance of Gelora Bung Karno Stadium stretches far beyond its physical confines. For Indonesians, it represents a spot where sport and national identity merge. Have you ever felt the electrifying energy of tens of thousands of fans cheering in unison? Here, that spirit is amplified; the stadium is a gathering place where Indonesians from all corners come to share in the triumphs and heartaches of their sports heroes.

Furthermore, GBK Stadium has been central in showcasing Indonesian organization and hospitality to the international community, evidenced by its role in numerous high-profile events. It's an architectural testament to the country's journey, having survived the trials of time and retaining relevance in a rapidly modernizing world.

History of Gelora Bung Karno Stadium

Gelora Bung Karno Stadium stems from a period of ambitious nation-building. It first opened its gates in 1962, purposely constructed to host the fourth Asian Games. The stadium's conception and construction were spearheaded by President Sukarno, who had a fondness for monumental architecture and the grand statement it could make about a country emerging from colonial rule. With a capacity that was once among the largest in the world, it squarely put Indonesia on the map in the era of new nations.

Through the decades, this stadium has seen a multitude of renovations and modernizations in order to keep up with the demands of international sports standards. The most extensive renovation happened in preparation for the 2018 Asian Games, which saw the stadium refurbished and equipped with modern facilities to welcome a new generation of athletes and spectators.